Sabtu, 17 Agustus 2013

ISLAM DAN POLITIK GAJAH MADA

0

Diduga Gajah Mada menjadi seorang muslim ketika beliau menjadi bhayangkara , atau mungkin beberapa saat sebelum menjadi Maha Patih.
Pernahkah pembaca berpikir bagaimana Islam dan bahasa Melayu (60% serapan dari bahasa Arab) dapat tumbuh subur di Nusantara? Sedangkan di negeri kuno Burma, Siam, Vietnam dan Kamboja, Islam hanya minoritas!
Diduga ada peran tak langsung dari politik Gajah Mada di Kerajaan Majapahit yang nota bene bukan kesultanan Islam. Bahkan “Gayatri Rajapatni seorang Arsitek politik Majapahit” pun kaget dan kagum pada kemampuaan politik Gajah Mada yang baginya dianggap sudra misterius.
Dalam buku “Gayatri Rajapatni” Karya Earl Drake Hal 109-117, terlihat Drake tidak mengetahui bagaimana Gajah Mada memiliki wawasan yang luas, bahkan di luar nalar kerajaan Majapahit saat itu.
Ada beberapa politik Gajah Mada yang luar biasa, yang akhirnya membawa kesuksesan bagi Majapahit di Nusantara, seperti:
1) Memperluas wilayah Majapahit dengan menundukkan Pemerintah di Nusantara. Saat beliau di lantik menjadi Maha Patih, dengan tekad Sumpah Palapa Tan ayun amukti Palapa tidak buka puasa sebelum tercapai cita-cita, itu adalah puasa ala nabi Daud AS.
2) Menyusun kitab hukum “Kutara Manawa sastra” yang meniru Al Qanun al Azazi (kitab Hukum syariat Islam).
3) Menerapkan Politik Bahasa penduduk, yaitu: Bagi Pribumi Jawa adalah bahasa Jawa, dan untuk orang luar Jawa (seberang) adalah Bahasa Melayu Islam (dengan merombak Bahasa Melayu kuno yang bercampur Bahasa Sansekerta). Politik Bahasa ini menyebar di seluruh Nusantara: dari Pattani, Champa, Vietnam, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei, Sulu (Moro Philipina), Darwin Australia, dan semua negeri-negeri Polinesia dan Mikronesia pasifik.
Ketika politik tersebut di terapkan setahap demi setahap, Gayatri Rajapatni kaget dan terheran-heran, karena beliau lah yang mengajari Gajah Mada dalam berpolitik.
Pada saat Gajah Mada (atas saran Gayatri) akan mencaplok Bali, Gayatri khawatir pada dominasi peran orang-orang Islam di Majapahit, meskipun muslim adalah penduduk minoritas. Apa lagi setelah dicetaknya koin dinar emas kerajaan Majapahit yang memuat kalimat syahadat-meski jumlahnya tidak banyak, yang digunakan untuk alat tukar ke Aceh, Arab dan India yang muslim.
Singkatnya, Islam bukan barang langka di Majapahit . Dalam kitab “Ying Yai Sheng Lan” yang terbit tahun 1416-1433 (zaman Majapahit mulai mundur, tapi belum benar-benar hancur), karya Ma Huan, juru tulis dan penerjemah Laksana Cheng Ho dalam ekspedisi 1405-1433, tertulis:
Ada tiga golongan dalam Masyarakat di Tuban, Surabaya, kota baru (dusun baru tanpa nama-bisa jadi dusun Lukman Hakim atau kini disebut Luk Rejo Lamongan) dan kota raja Majapahit, yaitu 1. Kaum Muslim yang menguasai pelabuhan dan perdagangan (pribumi, Arab, India dan keturunan campur). 2. Pendatang China suku Tang (juga muslim). 3. Pribumi Jawa Hindu-Budha yang tidak pakai baju, rambut terurai acak-acakan atau di sanggul, berciri wajah jelek (jarang mandi).
Untuk rakyat dan pejabat Majapahit, kaum muslim (pribumi dan pendatang) yang bercirikan pakaian rapi, wajah cerah karena sering wudlu, santun, jujur, pandai (memiliki berbagai keahlian. Karena mereka adalah para insinyur pendatang dari Baghdad dan Andalusia Islam) sangat disegani dan di hormati.
Golongan minoritas ini mendapat posisi yang strategis dalam struktur masyarakat Majapahit, bahkan mendapat jabatan khusus di Trowulan kotaraja.Akhirnya merekapun mendapat fasilitas pemakaman khusus di Troloyo.
Memang pada abad pertengahan tidak lah aneh apabila dalam pemerintah besar yang bukan kesultanan Islam memiliki jendral atau perdana menteri seorang muslim. Seperti pemerintah China, kaisar Yong le yang memiliki Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam. Tetapi dalam kasus Majapahit, Gajah Mada sengaja menyembunyikan identitas diri dan keluarganya demi keselamatan nyawanya dari saingan politiknya.
Diduga Gajah Mada menjadi seorang muslim ketika beliau menjadi bhayangkara , atau mungkin beberapa saat sebelum menjadi Maha Patih. Itulah sebabnya, kenapa Gajah Mada memilih bertempat tinggal di luar kompleks kraton.
Tentu agar dia bisa bebas melaksanakan ibadahnya tanpa diketahui pihak istana. Tentu selain itu, juga memfasilitasi massa berhubungan dengan beliau, tanpa mengenal protokoler kasta.
Gajah Mada pun memisahkan antara keyakinan pribadi dengan tugas Negara. Beliau menghargai Gayatri Rajapatni yang beragama Budha, dan atas desakan Mayoritas Masyarakat Hindu Jawa, maka Gayatri diizinkan oleh Gajah Mada untuk di-Hindukan melalui pembuatan patung dan candi.
Akhir Juni 2012, Tim riset “Gajah Mada Bangkit, Nusantara Sukses” yang terdiri dari: Viddy Ad Daery, Sufyan al Jawi, dan Drs. Mat Rais, secara tak terduga menemukan bukti-bukti adanya penduduk minoritas Muslim zaman Majapahit abad 14-15, seperti ketika di temukannya situs Medalem, Modo, Lamongan yang terdiri dari 4 (empat) buah makam Muslim Majapahit yang diduga masih kerabat Gajah Mada. Dan di kawasan ini juga dijumpai penduduk pribumi dengan wajah dan tubuh berpostur Mongoloid.
Sejarah diungkap bukan untuk bernostalgia atau menina bobokan bangsa dalam mimpi yang tidak berakhir. Sejarah adalah langkah pendorong terciptanya semangat baru untuk masa depan.

sumber: oase.kompas.com/read/.../Membahas.Sejarah.Misteri.Gajah.Mada.Islam

Read more

KEISLAMAN GAJAH MADA

0

Sebuah tulisan ternyata bisa mengisyaratkan kejadian masa lalu. Itulah yang kita sebut sejarah. dari sanalah kita bisa tahu banyak hal. Kita bisa mengetahui sejarah masa lalu dari bukti-bukti yang tertulis baik berupa buku, atau tanda-tanda lain seperti tulisan pada batu nisan, logo, koin dan lain sebagainya. Namun adakalanya, sejarah menjadi rusak akibat ulah sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab, yang lebih mementingkan kepentingannya sendiri meskipun harus rela menanggalkan kebenaran.
Seperti itu pula sebagian sejarah yang mewarnai bangsa ini, Indonesia. Dahulu kala, sebelum bangsa Indonesia lahir, ada sebuah kerajaan hebat di nusantara yang bernama Majapahit. Maka ingatan kita langsung tertuju pada seorang Patih Gajah Mada yang terkenal dengan “Sumpah Palapa”-nya. Ia berjanji tidak akan berhenti sebelum bisa mempersatukan seluruh kerajaan-kerajan di Nusantara. Namanya kini diabadikan menjadi nama salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Lalu, apa yang bisa anda ingat tentang Kerajaan Majapahit dan Patih Gajah Mada tersebut? Dalam buku-buku sejarah yang kita baca semasa sekolah dulu, dijelaskan bahwa Majapahit adalah sebuah kerajaan Hindu terbesar di nusantara. Wilayahnya meluas bahkan sampai ke Asia Tenggara. Namun, benarkah demikian?
Sesekali berkunjunglah ke internet ISLAMEDIA.WEB.ID. Anda akan mendapatkan sebuah fakta mengejutkan tentang hal ini. Tahukah anda, ternyata Kerajaan Majapahit yang selama ini dikenal sebagai kerajaan Hindu terbesar di nusantara sebenarnya adalah kerajaan muslim. Yang lebih mengejutkan lagi, Patih Gajah Mada yang terkenal itu adalah seorang muslim. Pendiri kerajaan Majapahit, Raden Wijaya juga seorang muslim. Tentu saja, hal ini semakin menguatkan bukti bahwa kerajaan ini memang merupakan kerajaan muslim terbesar di nusantara.
Pernyatan-pernyataan ini tentu bukan sekedar omong kosong belaka. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta sengaja melakukan penelitian untuk melakukan kajian ulang terhadap sejarah Majapahit. Setelah sekian lama berkutat dengan beragam fakta-data arkeologis, sosiologis dan antropolis, maka tim ini kemudian menerbitkan hasil penelitiannya dalam sebuah buku awal berjudul ‘Kesultanan Majapahit, Fakta Sejarah Yang Tersembunyi’.

Berikut diantara hasil penelitian tersebut:
Ditemukan atau adanya koin-koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’. Sebagaimana kita ketahui, koin merupakan sebuah alat pembayaran resmi yang berlaku di sebuah wilayah kerajaan. Maka sungguhlah mustahil jika dikatakan bahwa sebuah kerajaan Hindu memiliki koin yang bertuliskan kalimat tauhid seperti ini.
Pada batu nisan Syaikh Maulana Malik Ibrabim (Sunan Gresik) terdapat tulisan yang menyatakan bahwa beliau adalah seorang Qadhi (hakim agama Islam) kerajaan Majapahit. Hal ini menunjukkan bahwa Agama Islam merupakan agama resmi kerajaan tersebut.
Lambang kerajaan Majapahit berupa delapan sinar matahari dengan beberapa tulisan arab yakni sifat, asma, ma’rifat, Adam, Muhammad, Allah, tauhid dan Dzat. Mungkinkah sebuah kerajaan Hindu memiliki logo/lambang resmi bertuliskan kata-kata arab seperti in?
Pendiri kerajaan Majapahit yakni Raden Wijaya ternyata seorang muslim. Beliau adalah cucu dari Prabu Guru Dharmasiksa, seorang Raja SundaIslam Pasundan yang hidup selayaknya seorang sufi. Sedangkan neneknya merupakan seorang muslimah keturunan penguasa Kerajaan Sriwijaya. sekaligus ulama
Meskipun Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jayawardhana (menggunakan bahasa sansekerta yang lazim digunakan saat itu), tidak lantas menjadikan beliau seorang pemeluk Hindu. Gelar seperti ini (menggunakan bahasa sansekerta) ternyata masih juga digunakan oleh raja-raja muslim jawa zaman sekarang seperti Hamengkubuwono dan Paku Alam di Yogyakarta serta Pakubuwono di Surakarta/Solo.
Patih kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapa-nya, Patih Gajah Mada juga seorang muslim. Nama aslinya adalah Gaj Ahmada (terlihat lebih Islami, bukan?). Hanya saja, orang jawa saat itu sulit mengucapkan nama tersebut. Mereka menyebutnya Gajahmada untuk memudahkan pengucapan dan belakangan ditulis terpisah menjadi Gajah Mada (walaupun hal ini salah). Kerajaan Majapahit mencapai puncak keemasan pada masa Patih Gaj Ahmada. Konon, kekuasaannya sampai ke Malaka (sekarang masuk wilayah Malaysia). Setelah mengundurkan diri dari kerajaan, Patih Gaj Ahmada lebih dikenal dengan sebutan Syaikh Mada oleh masyarakat sekitar. Pernyataan ini diperkuat dengan bukti fisik yaitu pada nisan makam Gaj Ahmada di Mojokerto terdapat tulisan ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’.
Sebagaimana diketahui bahwa 1253 M, tentara Mongol pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad. Timur tengah pun berada dalam situasi konflik yang tidak menentu. Terjadilah eksodus besar-besaran (pengungsian) kaum muslim dari Timur Tengah (tetutama keturunan Nabi yang biasa dikenal dengan sebutan alawiyah). Mereka menuju kawasan Nuswantara (atau Nusantara) yang kaya akan sumber daya alamnya. Mereka pun menetap dan melanjutkan keturunan yang sebagian besar menjadi penguasa kerajaan-kerajaan di nusantara, termasuk kerajaan Majapahit.
Itulah beberapa fakta mengejutkan yang tersembunyi dari kerajaan Majapahit. Anda terkejut? Saya pun demikian. Mengapa bisa terjadi kesalahan seperti ini? Kita tahu, kawasan nusantara saat itu dikuasai penjajah Belanda yang kafir. Dalam konteks Majapahit, Belanda mayoritas penduduknya adalah muslim. Untuk itu, diciptakanlah pemahaman bahwa Majapahit yang menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia adalah kerajaan Hindu dan Islam masuk ke Nusantara belakangan dengan mendobrak tatanan yang sudah berkembang dan ada dalam masyarakat. berkepentingan untuk menguasai Nusantara yang
Mengetahui fakta mengejutkan tentang Patih Gajah Mada dan Kerajaan (Kesultanan) Majapahit ini saya sangat bahagia. Satu lagi, tokoh menakjubkan yang mewarnai bangsa ini ternyata seorang muslim. Setelah Kapitan Patimura, pahlawan dari Maluku yang ternyata seorang muslim (nama aslinya Ahmad Lussy, bukan Thomas Matulesy), Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok yang melakukan pelayaran besar-besaran di dunia (termasuk Indonesia) yang juga seorang muslim (namanya menjadi Muhammad Cheng Ho), kini giliran Patih Gajah Mada yang diketahui seorang muslim (nama aslinya Gaj Ahmada). Kita lihat saja nanti, apakah penelitian ini benar atau tidak, hanya waktu yang bisa menjawabnya. Wallahu A’lam.

sumber:http://menujubermartabat.wordpress.com/2013/05/06/benarkah-gajah-mada-itu-muslim/

Read more

ARYA KAMANDANU

0

Tutur Tinular berkisah tentang seorang pemuda Desa Kurawan bernama Arya Kamandanu, putra Mpu Hanggareksa, seorang ahli pembuat senjata kepercayaan Prabu Kertanagara, raja Kerajaan Singhasari. Pemuda lugu ini kemudian saling jatuh hati dengan seorang gadis kembang desa Manguntur bernama Nari Ratih, putri Rakriyan Wuruh, seorang bekas kepala prajurit Kerajaan Singasari. Namun hubungan asmara di antara mereka harus kandas karena ulah kakak kandung Kamandanu sendiri yang bernama Arya Dwipangga.
Kepandaian dan kepiawaian Dwipangga dalam olah sastra membuat Nari Ratih terlena dan mulai melupakan Kamandanu yang polos. Cinta segitiga itu akhirnya berujung pada peristiwa di Candi Walandit, di mana mereka berdua (Arya Dwipangga dan Nari Ratih) yang sedang diburu oleh api gelora asmara saling memadu kasih hingga gadis kembang desa Manguntur itu hamil di luar nikah.
Kegagalan asmara justru membuat Arya Kamandanu lebih serius mendalami ilmu bela diri di bawah bimbingan saudara seperguruan ayahnya yang bernama Mpu Ranubhaya. Berkat kesabaran sang paman dan bakat yang dimilikinya, Kamandanu akhirnya menjadi pendekar muda pilih tanding yang selalu menegakkan kebenaran dilandasi jiwa ksatria.
Kisah Tutur Tinular ini diselingi berbagai peristiwa sejarah, antara lain kedatangan utusan Kaisar Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di negeri Cina, yang meminta Kertanagara sebagai raja di Kerajaan Singhasari menyatakan tunduk dan mengakui kekuasaan bangsa Mongolia. Namun utusan dari Mongolia tersebut malah diusir dan dipermalukan oleh Kertanagara.
Sebelum para utusan kembali ke Mongolia, di sebuah kedai makan terjadilah keributan kecil antara utusan kaisar yang bernama Meng Chi dengan Mpu Ranubhaya, Mpu Ranubhaya berhasil mempermalukan para utusan dan mampu menunjukkan kemahirannya dalam membuat pedang, karena tersinggung dan ketertarikannya terhadap keahlian Mpu Ranubhaya tersebut, kemudian dengan cara yang curang para utusan tersebut berhasil menculik Mpu Ranubhaya dan membawanya turut serta berlayar ke Mongolia, sesampainya di negeri Mongolia di dalam istana Kubilai Khan, Mpu Ranubhaya menciptakan sebuah pedang pusaka bernama Nagapuspa sebagai syarat kebebasan atas dirinya yang telah menjadi tawanan. Namun pada akhirnya pedang Naga Puspa tersebut malah menjadi ajang konflik dan menjadi rebutan di antara pejabat kerajaan. Akhirnya untuk menyelamatkan pedang Naga Puspa dari tangan-tangan orang berwatak jahat, Mpu Ranubhaya mempercayakan Pedang Nagapuspa tersebut kepada pasangan pendekar suami-istri yang menolongnya, bernama Lo Shi Shan dan Mei Shin di mana keduanya kemudian menjadi pelarian, berlayar dan terdampar di Tanah Jawa dan hidup terlunta-lunta. Sesampainya di Tanah Jawa pasangan suami istri ini akhirnya bertemu dengan beberapa pendekar jahat anak buah seorang Patih Kerajaan Gelang-gelang bernama Kebo Mundarang yang ingin menguasai Pedang Naga Puspa hingga dalam suatu pertarungan antara Lo Shi Shan dengan Mpu Tong Bajil (pimpinan pendekar-pendekar jahat) Lo Shi Shan terkena Ajian Segoro Geni milik Mpu Tong Bajil, setelah kejadian pertarungan beberapa hari lamanya Pendekar Lo Shi Shan hidup dalam kesakitan hingga akhirnya meninggal di dunia disebuah hutan dalam Candi tua, sebelum meninggal dunia yang kala itu sempat di tolong oleh Arya Kamandanu, Lo Shi Shan menitipkan Mei Shin kepada Arya Kamanadu
Mei Shin yang sebatang kara kemudian ditolong Arya Kamandanu. Kebersamaan di antara mereka akhirnya menumbuhkan perasaan saling jatuh cinta. Namun lagi-lagi Arya Dwipangga merusak hubungan mereka, dengan cara licik Arya Dwipangga dapat menodai perempuan asal daratan Mongolia itu sampai akhirnya mengandung bayi perempuan yang nantinya diberi nama Ayu Wandira. Namun demikian, meski hatinya hancur, Kamandanu tetap berjiwa besar dan bersedia mengambil perempuan dari Mongolia itu sebagai istrinya.
Saat itu Kerajaan Singhasari telah runtuh akibat pemberontakan Prabu Jayakatwang, bawahan Singhasari yang memimpin Kerajaan Gelang-Gelang. Tokoh ini kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri yang dahulu kala pernah runtuh akibat serangan pendiri Singhasari. Dalam kesempatan itu, Arya Dwipangga yang menaruh dendam akhirnya mengkhianati keluarganya sendiri dengan melaporkan ayahnya selaku pengikut Kertanagara kepada pihak Kadiri dengan tuduhan telah melindungi Mei Shin yang waktu itu menjadi buronan. Mpu Hanggareksa pun tewas oleh serangan para prajurit Kadiri di bawah pimpinan Mpu Tong Bajil. Sebaliknya, Dwipangga si anak durhaka jatuh ke dalam jurang setelah dihajar Kamandanu. Kemudian Kamandanu kembali berpetualang untuk mencari Mei Shin yang lolos dari maut sambil mengasuh keponakannya, bernama Panji Ketawang, putra antara Arya Dwipangga dengan Nari Ratih.
Petualangan Kamandanu akhirnya membawa dirinya menjadi pengikut Raden Wijaya (Nararya Sanggrama Wijaya), menantu Kertanagara. Tokoh sejarah ini telah mendapat pengampunan dari Jayakatwang dan diizinkan membangun sebuah desa terpencil di hutan Tarik bernama Majapahit. Dalam petualangannya itu, Kamandanu juga berteman dengan seorang pendekar wanita bernama Sakawuni, putri seorang perwira Singhasari bernama Banyak Kapuk.
Nasib Mei Shin sendiri kurang bagus. Setelah melahirkan putri Arya Dwipangga yang diberi nama Ayu Wandira, ia kembali diserang kelompok Mpu Tong Bajil. Beruntung ia tidak kehilangan nyawa dan mendapatkan pertolongan seorang tabib Cina bernama Wong Yin.
Di lain pihak, Arya Kamandanu ikut serta dalam pemberontakan Sanggrama Wijaya demi merebut kembali takhta tanah Jawa dari tangan Jayakatwang. Pemberontakan ini mendapat dukungan Arya Wiraraja dari Sumenep, yang berhasil memanfaatkan pasukan Kerajaan Yuan yang dikirim Kubilai Khan untuk menyerang Kertanagara. Berkat kepandaian diplomasi Wiraraja, pasukan Mongolia itu menjadi sekutu Sanggrama Wijaya dan berbalik menyerang Jayakatwang.
Setelah Kerajaan Kadiri runtuh, Sanggrama Wijaya berbalik menyerang dan mengusir pasukan Mongolia tersebut. Arya Kamandanu juga ikut serta dalam usaha ini. Setelah pasukan Kerajaan Yuan kembali ke negerinya, Sanggrama Wijaya pun meresmikan berdirinya Kerajaan Majapahit. Ia bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardhana.
Kisah Tutur Tinular kembali diwarnai cerita-cerita sejarah, di mana Kamanadanu turut menyaksikan pemberontakan Ranggalawe, Lembu Sora dan Gajah Biru akibat hasutan tokoh licik yang bernama Ramapati. Di samping itu, kisah petualangan tetap menjadi menu utama, antara lain dikisahkan bagaimana Kamandanu menumpas musuh bebuyutannya, yaitu Mpu Tong Bajil, serta menghadapi kakak kandungnya sendiri (Arya Dwipangga) yang muncul kembali dengan kesaktian luar biasa, bergelar Pendekar Syair Berdarah.
Kisah Tutur Tinular berakhir dengan meninggalnya Kertarajasa Jayawardhana, di mana Arya Kamandanu kemudian mengundurkan diri dari Kerajaan Majapahit dengan membawa putranya yang bernama Jambu Nada, hasil perkawinan kedua dengan Sakawuni yang meninggal setelah melahirkan, dalam perjalanan menuju lereng Gunung Arjuna inilah Arya Kamandanu bertemu dengan Gajah Mada yang waktu itu menyelamatkan putranya ketika masih berumur 40 hari yang terjatuh ke jurang karena lepas dari gendongannya akibat terguncang-guncang diatas kuda. Tutur Tinular kemudian berlanjut dengan sandiwara serupa berjudul Mahkota Mayangkara.

Profil karakter

Adalah seorang pemuda lugu putera kedua Empu Hanggareksa yang sangat suka mempelajari ilmu kanuragan. Diangkat murid oleh kakak seperguruan ayahnya yang bernama Empu Ranubaya. Empu Ranubaya mengajarkan Kamandanu jurus Nagapuspa, yaitu ilmu kanuragan ciptaan Empu Gandring dan Aji Saipi Angin, yaitu ilmu meringankan tubuh yang bisa membuat tubuh seringan kapas. Sayang, ketika Arya Kamandanu sedang giat belajar, Empu Ranubaya dikejar-kejar oleh prajurit Singasari, karena dia dianggap telah menghina Prabu Kertanegara. Kemudian Arya Kamandanu mendalami lagi Jurus Naga Puspa tahap akhir yang tinggalkan Empu Ranubaya di atas sebuah batu. Dengan bantuan Empu Lunggah yang merupakan kakak seperguruan tertua ayahnya, Kamandanu mampu menyempurnakan Jurus Naga Puspa. Ilmu Kamandanu semakin hebat setelah dia tergigit ular siluman Naga Puspa Kresna.
Arya Kamandanu kurang beruntung dalam percintaan. Dua kali dia mengalami kekecewaan akibat ulah kakaknya, Arya Dwipangga. Dua wanita yang dicintai Kamandanu, yaitu Nari Ratih dan Mei Shindinodai oleh Arya Dwipangga. Kamandanu kemudian menjadi Panglima Majapahit dan menikah dengan Sakawuni dan mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Jambunada.
Adalah kakak Kamandanu. Dia gemar bersyair dan merayu para wanita dengan syair-syairnya itu. Dia mudah jatuh cinta pada perempuan cantik, meskipun perempuan itu kekasih adiknya sendiri. Pertama dia merebut Nari Ratih dan menikahinya. Dari pernikahannya dengan Nari Ratih Arya Dwipangga memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Panji Ketawang. Beberapa tahun kemudian Dwipangga bertemu dengan Mei Shin. Arya Dwipangga langsung jatuh cinta pada Mei Shin. Lagi-lagi Arya Dwipangga tidak berduli kalau Mei Shin adalah kekasih Kamandanu. Seperti biasa Arya Dwipangga menggunakan syair-syairnya untuk memikat Mei Shin. Namun kali ini syair-syair Arya Dwipangga tidak mampu memikat Mei Shin. Akhirnya Arya Dwipangga menodai Mei Shin dengan menggunakan obat perangsang, sehingga Mei Shin mengandung dan kemudian melahirkan seorang anak perempuan bernama Ayu Wandira.
Kamandanu sangat marah atas perbuatan Dwipangga itu. Dihajarnya Dwipangga hingga tangannya menjadi cacat. Merasa sakit hati Arya Dwipangga melaporkan Mei Shin kepada pemerintah Kediri, sehingga rumah Empu Hanggareksa diobrak-abrik dan dibakar. Juga Empu Hanggareksa tewas dalam kejadian itu.
Arya Dwipangga mabuk-mabukan dan menyiksa Nari Ratih hingga tewas. Kamandanu murka untuk kedua kalinya. Arya Dwipangga dihajarnya lagi hingga jatuh ke sumur tua. Di dalam sumur tua itu Arya Dwipangga bertemu dengan seorang laki-laki misterius yang bernama Watukura. Watukura mengajarkan Arya Dwipangga jurus Kidung Pamungkas dan jurus Pedang Kembar. Setelah beberapa tahun lamanya Arya Dwipangga keluar dari sumur tua itu. Dia menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Semua orang yang bertemu dengannya pasti mati. Setiap akan melakukan pembunuhan,Arya Dwipangga selalu bersyair, sehingga dia mendapat julukan Pendekar Syair Berdarah.
Arya Dwipangga akhirnya bertemu lagi dengan Kamandanu di desa Kurawan, tempat tinggal mereka dulu. Dan kedua kakak beradik itu bertarung habis-habisan. Namun Arya Dwipangga tidak mampu mengalahkan Arya Kamandanu. Ia akhirnya melarikan diri.
Arya Dwipangga bertemu dengan Empu Lunggah. Seperti biasa nafsu membunuhnya muncul. Namun dia tidak berdaya melawan Empu Lungga, karena Empu Lunggah menggunakan ilmu Rajut Busana, yaitu sebuah ilmu yang dapat menghilangkan kesaktian seseorang. Arya Dwipangga kehilangan kesaktiannya. Jurus Pedang Kembar dan Kidung Pamungkas tidak berarti lagi.
Tak lama kemudian mata Arya Dwipangga buta. Hal itu disebabkan karena kutukan seorang pertapa yang bernama Resi Wisambudi yang telah dibunuhnya.
Arya Dwipangga menyesali semua dosa yang pernah diperbuatnya. Dia ingin bunuh diri, tapi tidak berhasil. Keadaan Arya Dwipangga tak ubahnya seperti pengemis. Dalam keadaan seperti itulah Arya Dwipangga bertemu kembali dengan Mei Shin yang saat itu sudah menjadi tabib terkenal. Awalnya Mei Shin tidak mau menolong Dwipangga, karena hatinya masih terluka akibat ulah Dwipangga yang telah merusak hidupnya. Namun lama-lama Mei Shin kasihan juga pada Arya Dwipangga. Arya Dwipangga akhirnya dibawa ke tempat tinggal Mei Shin.
Dalam Mahkota Mayangkara, yang merupakan lanjutan Tutur Tinular, Arya Dwipangga menikah dengan Mei Shin. Pernikahan itu terjadi karena desakan Ayu Wandira yang menginginkan kedua orangtuanya bersatu. Tentu saja pernikahan itu hanya formalitas saja, karena Mei Shin tetap tidak mau hidup bersama Arya Dwipangga.
Setelah Mei Shin meninggal Arya Dwipangga kembali hidup terlunta-lunta. Namun pada suatu hari Arya Dwipangga bertemu dengan Prabu Jayanegara yang sedang berburu. Prabu Jayanegara tertarik dengan kemampuan Arya Dwipangga bersyair. Akhirnya Arya Dwipangga diangkat menjadi seorang pujangga istana yang bertugas membacakan syair di depan raja. Dia mengganti namanya menjadi Resi Mahasadu.
  • Mei Shin
Adalah seorang pendekar wanita berkebangsaan Mongolia. Bersama suaminya Lou Shi San, Mei Shin berlayar ke tanah Jawa sambil membawa Pedang Nagapuspa ciptaan Empu Ranubaya. Namun di Tanah Jawa Mei Shin dan suaminya malah dikejar-kejar oleh Para prajurit kediri yang dipimpin oleh Empu Bajil dan Dewi Sambi. Mpu Bajil sangat menginginkan Pedang Nagapuspa. Oleh karena itu dia terus memburu Mei Shin dan Lou Shi San.
Lou Shi San akhirnya tewas setelah beberapa lama hidup dalam pesakitan karena terkena Aji Segara Geni milik Mpu Tong Bajil. Mei Shin yang sebatang kara kemudian di tolong oleh Arya Kamandanu. Dalam kebersamaannya, kemudian tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya, namun lagi-lagi Arya Dwipangga merusak hubungan mereka. Mei Shin dihamili Dwipangga dengan cara yang licik. Namun Akhirnya Kamandanu tetap bertanggung jawab dan bersedia mengambil wanita cantik dari Cina itu sebagai istrinya.
  • Sakawuni
Adalah seorang gadis yang hidupnya ugal-ugalan. Dia adalah cucu Ki Sugata Brahma, Pendekar Lengan Seribu. Untuk melampiaskan dendamnya pada orang-orang Singasari, Sakawuni bergabung dengan orang-orang Kediri. Namun sebenarnya Sakawuni adalah seorang gadis berjiwa pendekar. Dia beberapa kali menolong Mei Shin, Lou Shi San, dan Kamandanu dari gangguan para prajurit kediri secara sembunyi-sembunyi. Dalam sebuah pertarungan melawan Mpu Bajil dan kawan-kawannya Kamandanu terluka parah. dia diselamatkan oleh Sakawuni dan dibawa ke rumah kakeknya. Ki Sugata Brahma mengatakan Bahwa luka Kamandanu bisa disembuhkan dengan Bunga Tunjung Biru. Untunglah Sakawuni bertemu dengan Kaki Tamparoang. Atas petunjuk Kaki Tamparoang Sakawuni membawa Kamandanu ke bukit Panampihan untuk meminta Bunga Tunjung Biru pada pemiliknya yaitu Dewi Tunjung Biru.
Ternyata Dewi Tunjung Biru adalah ibu kandung sakawuni yang sudah lama menghilang. Sakawuni senang bisa bertmu dengan ibu kandungnya dan luka-luka Kamandanu bisa disembuhkan.
Sakawuni pergi ke Majapahit untuk membunuh Banyak Kapuk, perwira Singasari yang telah meninggalkan ibunya. Hampir saja Banyak Kapuk terbunuh, namun akhirnya Sakawuni sadar dan mau memaafkan ayahnya itu. Dia akhirnya bersedia mengabdi pada Majapahit.
Bersama Arya Kamandanu Sakawuni menjalankan tugas sebagai prajurit Majapahit, termasuk di antaranya adalah menumpas gerombolan perampok yang dipimpin Empu Bajil. Setelah Gerombolan itu dihancurkan, Sakawuni dan Arya Kamandanu menikah.
Sayang, Sakawuni meninggal setelah melahirkan akibat mengalami pendarahan hebat. Sepeninggal Sakawuni Arya Kamandanu mengundurkan diri dari keprajuritan dan kembali menyepi di lereng Gunung Arjuno bersama anaknya.
Adalah pendekar sakti, namun kejam. Pendekar cebol dari Lereng Tengger ini memiliki senjata andalan yaitu tongkat Pencabut Roh dan ilmu pukulan maut yang bernama Aji Segara Geni. Empu Bajil adalah pemimpin kelompok pendekar yang membantu Pemerintah Kediri. Dalam sebuah pertarungan melawan Arya Kamandanu, Tongkat Pencabut Roh patah menjadi dua. Empu Bajil sangat marah. Dia lalu memperdalam Aji Segara Geni di Lereng Tengger. Setelah beberapa bulan lamanya Empu Bajil berhasil memperdalam Aji Segara Geni. Dia kembali turun Gunung. Kembali Empu Bajil bertarung melawan Arya Kamandanu. Mereka bertarung di Lembah Kardama. Dalam pertarungan itu Arya Kamandanu kalah dan Pedang Nagapuspa dapat direbut.
Dengan Pedang Nagapuspa di tangannya Empu Bajil menjadi semakin kuat. Dia dan kelompok perampoknya membuat kekacauan di mana-mana, bahkan kan dia berani membuat kekacauan di Majapahit. Namun Empu Bajil tidak lama memiliki Pedang Nagapuspa. Dengan kekuatan ghaib Nagapuspa Kresna dan Keris Empu Gandring, akhirnya Arya Kamandanu berhasil merebut kembali Pedang Nagapuspa. Dan Mpu Tong Bajil pun tewas setelah dadanya terhunjam Keris Empu Gandring.
Adalah seorang pendekar wanita yang cantik, namun berwajah dingin dan kejam. Dia adalah kekasih Empu Bajil. Dia sangat mencintai Empu Bajil. Dia rela meninggalkan gurunya di Gunung Kawi hanya demi cintanya pada Empu Bajil. Dari hubungannya dengan Empu Bajil, Dewi Sambi mengandung dan memiliki seorang bayi laki-laki yang bernama Layang Samba. Namun Layang Samba dipelihara oleh Dewi Upas, guru Dewi Sambi yang memiliki kesaktian luar biasa. Diantaranya dia menguasai ilmu ular. Dewi Upas bisa memanggil ribuan ular dan memerintahkan mereka melakukan sesuatu.
Dewi Sambi sangat berduka atas kematian Empu Bajil. Dia berusaha membalaskan dendam kematian Empu Bajil kepada Arya Kamandanu. Dia mengirimkan jasad Mpu Bajil yang disertai surat palsu yang berisi tantangan Arya Kamandanu ke Padepokan Tengger. Maksudnya supaya Wong Agung marah pada Arya Kamandanu. Akan tetapi Wong Agung tidak terpancing, karena dia tahu kalau Empu Bajil adalah seorang jahat. Kemudian Dewi Sambi bersekutu dengan Arya Dwipangga alias Pendekar Syair Berdarah. Bersama-sama mereka melawan Arya Kamandanu. Namun lagi-lagi usahanya tidak berhasil.
Dewi Sambi bertemu kembali dengan Mei Shin. Saat itu Mei Shin sedang dalam perjalanan ke Majapahit untuk mengobati Sang Prabu Kertarajasa Jayawardana. Dewi Sambi tidak menyangka kalau Mei Shin masih hidup. Dewi Sambi kemudian bertarung melawan Mei Shin. Dia ingin membunuh Mei Shin karena Mei Shin dianggap mempunyai hubungan dengan Arya Kamandanu. Namun Dewi Sambi selalu gagal menyarangkan Pukulan Tapakwisanya ketubuh Mei Shin. Setiap kali Aji Tapakwisa akan mengenai dirinya Mei Shin selalu bisa menghindar. Akhirnya Dewi Sambi menggunakan tipu muslihat. Dia berpura-pura minta maaf pada Mei Shin. Ketika Mei Shin sedang lengah, Dewi Sambi membokongnya. Tapi lagi-lagi Dewi Sambi tidak berhasil. Aji Tapakwisa malah membalik pada dirinya, sehingga Dewi Sambi tewas dengan tubuh terpancang di tonggak kayu. Itu adalah akibat kutukan Resi Wisambudi seorang pertapa yang dibunuhnya bersama Arya Dwipangga.
Adalah seorang pendekar yang tidak banyak bicara. Dia tidak kalah sakti dengan Empu Bajil dan Dewi Sambi. Pendekar dari Gunung Petiri ini mempunyai sebilah pedang ampuh berwarna kuning, sehingga disebut Pedang Kuning. Dengan Pedang Kuning ini Empu Renteng bisa membunuh lawannya dalam waktu beberapa detik. Selain itu dia juga memiliki ilmu kebal yang bernama Blabak Pengantolan. Tak ada senjata yang bisa menembus kulitnya, termasuk senjata pusaka. Ketika terjadi peperangan antara Majapahit melawan Kediri Empu Renteng bertarung melawan Ranggalawe. Empu Renteng mati-matian melawan Ranggalawe. Ternyata Ilmu Blabak Pengantolan tidak mampu menahan tajamnya Keris Megalamat Ranggalawe, sehingga Empu Renteng terluka parah. Empu Renteng akhirnya berpisah dengan Empu Bajil.Dia bermaksud mencari seorang tabib untuk menyembuhkan luka-lukanya. Namun dia malah bertemu dengan musuh lamanya, yaitu Watukura.
Watukura ingin menguji sejauh mana kemampuan Arya Dwipangga yang sudah menguasai Jurus Kidung Pamungkas. Dia menyuruh Arya Dwipangga untuk bertarung melawan Empu Renteng. Tentu saja Empu Renteng yang sedang terluka itu tidak mampu melawan Arya Dwipangga. Akhirnya dia tewas terkena Aji Kidung Pamungkas. Namun pada sisa-sisa kekuatannya Empu Renteng melemparkan Pedang Kuningnya kepada Watukura, sehingga Watukura pun tewas.
Keduanya sebenarnya saling mencintai sejak mereka masih sama-sama muda. Namun keduanya tidak mau mengungkapkan cintanya, sehingga sampai hari tua mereka tidak bisa hidup bersama. Keduanya selalu bertarung dan saling ejek setiap bertemu. Nini Ragarunting sering menyebut Kaki Tamparoang dengan sebutan ”sapi ompong”. Dan Kaki Tamparoang menyebut Nini Ragarunting dengan sebutan ”kambingpeot”. Namun keduanya juga saling tolong-menolong jika keadaan sedang genting.
Kaki Tamparoang tewas ketika membantu kemenakannya Gajahbiru yang memberontak terhadap Majapahit. Kematian Kaki Tamparoang sangat tragis. Seluruh tubuhnya tertembus anak panah sampai ke mulutnya. Nini Ragarunting sangat bersedih atas kematian Kaki Tamparoang. Dicabutinya anak-anak panah yang menancap di tubuh Kaki Tamparoang. Kemudian dikuburkannya mayat Kaki Tamparoang.
Sampai akhir hayatnya Nini Ragarunting hidup bersama-sama Ayu Wandira, walaupun beberapa kali sempat terpisah. Bagi Nini Ragarunting Ayu Wandira sudah dianggap sebagai cucunya sendiri.
sumber: http://yogiperdana0.blogspot.com/2013/02/kisah-tutur-tinular-arya-kamandanu.html

Read more

RANGGALAWE

0

Kidung Ranggalawe dan Kidung Panji Wijayakrama menyebut Ranggalawe memiliki dua orang istri bernama Martaraga dan Tirtawati. Mertuanya adalah gurunya sendiri, bernama Ki Ajar Pelandongan. Dari Martaraga lahir seorang putra bernama Kuda Anjampiani. Kedua naskah di atas menyebut ayah Ranggalawe adalah Arya Wiraraja. Sementara itu, Pararaton menyebut Arya Wiraraja adalah ayah Nambi. Kidung Harsawijaya juga menyebutkan kalau putra Wiraraja yang dikirim untuk membantu pembukaan Hutan Tarik adalah Nambi, sedangkan Ranggalawe adalah perwira Kerajaan Singhasari yang kemudian menjadi patih pertama Majapahit. Uraian Kidung Harsawijaya terbukti salah karena berdasarkan prasasti Sukamreta tahun 1296 diketahui nama patih pertama Majapahit adalah Nambi, bukan Ranggalawe. Nama ayah Nambi menurut Kidung Sorandaka adalah Pranaraja. Sejarawan Dr. Brandes menganggap Pranaraja dan Wiraraja adalah orang yang sama. Namun, menurut Slamet Muljana keduanya sama-sama disebut dalam prasasti Kudadu sebagai dua orang tokoh yang berbeda. Menurut Slamet Muljana, Nambi adalah putra Pranaraja, sedangkan Ranggalawe adalah putra Wiraraja. Hal ini ditandai dengan kemunculan nama Arya Wiraraja dan Arya Adikara dalam prasasti Kudadu, dan keduanya sama-sama menghilang dalam prasasti Sukamreta
Pararaton menyebut pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1295, namun dikisahkan sesudah kematian Raden Wijaya. Menurut naskah ini, pemberontakan tersebut bersamaan dengan Jayanagara naik takhta. Menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya meninggal dunia dan digantikan kedudukannya oleh Jayanagara terjadi pada tahun 1309. Akibatnya, sebagian sejarawan berpendapat bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1309, bukan 1295. Seolah-olah pengarang Pararaton melakukan kesalahan dalam penyebutan angka tahun. Namun Nagarakretagama juga mengisahkan bahwa pada tahun 1295 Jayanagara diangkat sebagai yuwaraja atau “raja muda” di istana Daha.
Selain itu Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe dengan jelas menceritakan bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada masa pemerintahan Raden Wijaya, bukan Jayanagara. Fakta lain menunjukkan, nama Arya Wiraraja dan Arya Adikara sama-sama terdapat dalam prasasti Kudadu tahun 1294, namun kemudian keduanya sama-sama tidak terdapat lagi dalam prasasti Sukamreta tahun 1296. Ini pertanda bahwa Arya Adikara alias Ranggalawe kemungkinan besar memang meninggal pada tahun 1295, sedangkan Arya Wiraraja diduga mengundurkan diri dari pemerintahan setelah kematian anaknya itu. Jadi, kematian Ranggalawe terjadi pada tahun 1295 bertepatan dengan pengangkatan Jayanagara putra Raden Wijaya sebagai raja muda.
Dalam hal ini pengarang Pararaton tidak melakukan kesalahan dalam menyebut tahun, hanya saja salah menempatkan pembahasan peristiwa tersebut. Sementara itu Nagarakretagama yang dalam banyak hal memiliki data lebih akurat dibanding Pararaton sama sekali tidak membahas pemberontakan Ranggalawe. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah ini merupakan sastra pujian sehingga penulisnya, yaitu Mpu Prapanca merasa tidak perlu menceritakan pemberontakan seorang pahlawan yang dianggapnya sebagai aib.Pertempuran Pararaton mengisahkan Ranggalawe memberontak terhadap Kerajaan Majapahit karena dihasut seorang pejabat licik bernama Mahapati. Kisah yang lebih panjang terdapat dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe. Pemberontakan tersebut dipicu oleh ketidakpuasan Ranggalawe atas pengangkatan Nambi sebagai rakryan patih. Menurut Ranggalawe,
Dinamakan Tuban. Dulunya Tuban bernama Kambang Putih Sudah sejak abad ke-11 sampai 15 dalam berita-berita para penulis China (pada jaman dinasti Song Selatan 1127-1279 dan dinasti Yuan (Mongol) 1271-1368 sampai jaman dinasti Ming th.1368-1644 5)
Tuban disebut sebagai salah satu kota pelabuhan utama di pantai Utara Jawa yang kaya dan banyak penduduk Tionghoanya. Orang Cina menyebut Tuban dengan nama Duban atau nama lainnya adalah Chumin. Pasukan Cina-Mongolia (tentara Tatar), yang pada th. 1292 datang menyerang Jawa bagian Timur (kejadian yang menyebabkan berdirinya kerajaan Majapahit) mendarat di pantai Tuban. Dari sana pulalah sisa-sisa tentaranya kemudian meninggalkan P.Jawa untuk kembali ke negaranya6 (Graaf, 1985:164). Tapi sejak abad ke 15 dan 16 kapal-kapal dagang yang berukuran sedang saja sudah terpaksa membuang sauh di laut yang cukup jauh dari garis pantai. Sesudah abad ke 16 itu memang pantai Tuban menjadi dangkal oleh endapan lumpur. Keadaan geografis seperti ini membuat kota Tuban dalam perjalanan sejarah selanjutnya sudah tidak menjadi kota pelabuhan yang penting lagi (Graaf, 1985:163).Untuk mengurangi kesimpang siuran tentang hari jadi kota Tuban Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tuban (waktu itu dijabat Drs. Djoewahiri Martoprawiro), menetapkan tanggal 12 Nopember 1293 sebagai hari jadi kota Tuban7. Panitia kecil yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Tuban waktu itu memberi alasan bahwa ditetapkannya tanggal tersebut karena bertepatan dengan diangkatnya Ronggolawe sebagai Adipati Tuban. Ronggolawe dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat Tuban, dan dianggap sebagai Bupati pertama Tuban. Seperti halnya dengan kota-kota lain di Jawa pada umumnya sumber sejarah kota Tuban sangat sulit didapat. Bahan tulisan yang ada penuh dengan campuran antara sejarah dan legenda. Buku Babad Tuban yang ditulis oleh Tan Khoen Swie (1936)
Letaknya sumber air bersih tersebut (Sumur Srumbung) berjarak kurang lebih 10 m dekat pantai, tapi sumur (sumber air) tersebut tetap tawar dan segar,sumur srumbung ini dikisahkan bebas jejak perdebatan antara pendeka dari china dengan sunan Bonang, yang pada akhirnya sunan bonan menancapkapkan tongkatnya di bibir pantai yang akhirnya keluar air yang tawar..yang sekarang hampir hilang terkena abrasi yang diakibatkan gelombang laut yangterus mengikis bibir pantai utara tanah jawa.
Sumber lain tentang sejarah dan legenda tentang kota Tuban lihat: Soeparmo, R. (1983), Tujuh Ratus Tahun Tuban, dan buku: Hari Jadi Tuban (1987), Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban.
Tuban, yang kalau dilihat dari arah laut, seolah-olah seperti batu putih yang terapung (watu kambang putih dalam bahasa Jawa). Sumber ini didapat dari buku : Soeparmo, R. (1983), Tujuh Ratus Tahun Tuban, dan buku Hari Jadi Tuban (1987), Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban.
Laporan Ma Huan yang mengiringi Cheng Ho dalam pelayaran ke 3 (1413-1415), mencatat bahwa kalau orang Cina pergi ke jawa, kapal-kapal lebih dulu sampai ke Tuban, baru kemudian meneruskan perjalanannya ke Gresik, kemudian dilanjutkan ke Surabaya, baru dari sana menuju ke pusat kerajaan Majapahit (di daerah sekitar Mojokerto sekarang) dengan memakai perahu kecil lewat sungai Brantas.
jabatan patih sebaiknya diserahkan kepada Lembu Sora yang dinilainya jauh lebih berjasa dalam perjuangan daripada Nambi. Ranggalawe yang bersifat pemberani dan emosional suatu hari menghadap Raden Wijaya di ibu kota dan langsung menuntut agar kedudukan Nambi digantikan Sora. Namun Sora sama sekali tidak menyetujui hal itu dan tetap mendukung Nambi sebagai patih. Karena tuntutannya tidak dihiraukan, Ranggalawe membuat kekacauan di halaman istana. Sora keluar menasihati Ranggalawe, yang merupakan keponakannya sendiri, untuk meminta maaf kepada raja. Namun Ranggalawe memilih pulang ke Tuban. Mahapati yang licik ganti menghasut Nambi dengan melaporkan bahwa Ranggalawe sedang menyusun pemberontakan di Tuban. Maka atas izin raja, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit didampingi Lembu Sora dan Kebo Anabrang untuk menghukum Ranggalawe. Mendengar datangnya serangan, Ranggalawe segera menyiapkan pasukannya. Ia menghadang pasukan Majapahit di dekat Sungai Tambak Beras. Perang pun terjadi di sana. Ranggalawe bertanding melawan Kebo Anabrang di dalam sungai. Kebo Anabrang yang pandai berenang akhirnya berhasil membunuh Ranggalawe secara kejam.
Melihat keponakannya disiksa sampai mati, Lembu Sora merasa tidak tahan. Ia pun membunuh Kebo Anabrang dari belakang. Pembunuhan terhadap rekan inilah yang kelak menjadi penyebab kematian Sora pada tahun 1300.
Sejarah Perjalanan Ronggolawe
Ranggalawe (lahir:… ? - wafat: 1295) adalah salah satu pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit, namun meninggal sebagai pemberontak pertama dalam sejarah kerajaan ini. Nama besarnya dikenang sebagai pahlawan oleh masyarakat Tuban, Jawa Timur sampai saat ini.
Peran Awal
Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menyebut Ranggalawe sebagai putra Arya Wiraraja bupati Songeneb (nama lama Sumenep). Ia sendiri bertempat tinggal di Tanjung, yang terletak di Pulau Madura sebelah barat.
Pada tahun 1292 Ranggalawe dikirim ayahnya untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Tarik (di sebelah barat Tarik, Sidoarjo sekarang) menjadi sebuah desa pemukiman bernama Majapahit. Konon, nama Ranggalawe sendiri merupakan pemberian Raden Wijaya. Lawe merupakan sinonim dari Wenang, yang berarti “benang”, atau dapat juga bermakna “kekuasaan”. Maksudnya ialah, Ranggalawe diberi kekuasaan oleh Raden Wijaya untuk memimpin pembukaan hutan tersebut.
Selain itu, Ranggalawe juga menyediakan 27 ekor kuda dari Sumbawa sebagai kendaraan perang Raden Wijaya dan para pengikutnya dalam perang melawan Jayakatwang raja Kadiri.
Penyerangan terhadap ibu kota Kadiri oleh gabungan pasukan Majapahit dan Mongol terjadi pada tahun 1293. Ranggalawe berada dalam pasukan yang menggempur benteng timur kota Kadiri. ia berhasil menewaskan pemimpin benteng tersebut yang bernama Sagara Winotan.
Jabatan di Majapahit
Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit. Menurut Kidung Ranggalawe, atas jasa-jasanya dalam perjuangan Ranggalawe diangkat sebagai bupati Tuban yang merupakan pelabuhan utama Jawa Timur saat itu.
Prasasti Kudadu tahun 1294 yang memuat daftar nama para pejabat Majapahit pada awal berdirinya, ternyata tidak mencantumkan nama Ranggalawe. Yang ada ialah nama Arya Adikara dan Arya Wiraraja. Menurut Pararaton, Arya Adikara adalah nama lain Arya Wiraraja. Namun prasasti Kudadu menyebut dengan jelas bahwa keduanya adalah nama dua orang tokoh yang berbeda.
Sejarawan Slamet Muljana mengidentifikasi Arya Adikara sebagai nama lain Ranggalawe. Dalam tradisi Jawa ada istilah nunggak semi, yaitu nama ayah kemudian dipakai anak. Jadi, nama Arya Adikara yang merupakan nama lain Arya Wiraraja, kemudian dipakai sebagai nama gelar Ranggalawe ketika dirinya diangkat sebagai pejabat Majapahit.
Dalam prasasti Kudadu, ayah dan anak tersebut sama-sama menjabat sebagai pasangguhan, yang keduanya masing-masing bergelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka dan Rakryan Mantri Dwipantara Arya Adikara

sumber:http://aryadwiharyanto.blogdetik.com/2010/06/07/ranggalawe/ 

Read more

RAHASIA DI BALIK MENANGIS

0

Tahukah Anda, bahwa kelamaan menangis memang bisa membuat mata merah dan bengkak ?  Namun dibalik itu, menangis atau mengeluarkan air mata ternyata bisa jadi obat mujarab yang berguna bagi kesehatan tubuh dan pikiran. Apa saja?

Dikutip dari Beliefnet, ini dia enam manfaat air mata yang bisa Anda dapatkan setelah menangis atau mengeluarkan air mata.

1. Membantu penglihatan
Air mata ternyata membantu penglihatan seseorang, jadi bukan hanya mata itu sendiri. Cairan yang keluar dari mata dapat mencegah dehidrasi pada membran mata yang bisa membuat penglihatan menjadi kabur.

2. Membunuh bakteri
Tak perlu obat tetes mata, cukup air mata yang berfungsi sebagai antibakteri alami. Di dalam air mata terkandung cairan yang disebut dengan lisozom yang dapat membunuh sekitar 90-95 persen bakteri-bakteri yang tertinggal dari keyboard komputer, pegangan tangga, bersin dan tempat-tempat yang mengandung bakteri, hanya dalam 5 menit.

3. Meningkatkan mood
Seseorang yang menangis bisa menurunkan level depresi dengan menangis, mood seseorang akan terangkat kembali. Air mata yang dihasilkan dari tipe menangis karena emosi mengandung 24 persen protein albumin yang berguna dalam meregulasi sistem metabolisme tubuh dibanding air mata yang dihasilkan dari iritasi mata.

4. Mengeluarkan racun
Seorang ahli biokimia, William Frey telah melakukan beberapa studi tentang air mata dan menemukan bahwa air mata yang keluar dari hasil menangis karena emosional ternyata mengandung racun. Tapi jangan salah, keluarnya air mata yang beracun itu menandakan bahwa ia membawa racun dari dalam tubuh dan mengeluarkannya lewat air mata.

5. Mengurangi stres
Bagaimana menangis bisa mengurangi stres? Air mata ternyata juga mengeluarkan hormon stres yang terdapat dalam tubuh yaitu endorphin leucine-enkaphalin dan prolactin. Selain menurunkan level stres, air mata juga membantu melawan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh stres seperti tekanan darah tinggi.

6. Melegakan perasaan
Semua orang rasanya merasa demikian. Meskipun Anda didera berbagai macam masalah dan cobaan, namun setelah menangis biasanya akan muncul perasaan lega. Setelah menangis, sistem limbik, otak dan jantung akan menjadi lancar, dan hal itu membuat seseorang merasa lebih baik dan lega. Semoga bermanfaat..


sumber :  http://manfaatairmata.blogspot.com/2013/03/rahasia-di-balik-menangis.html

Read more

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting