Kidung Ranggalawe dan Kidung Panji Wijayakrama menyebut Ranggalawe
memiliki dua orang istri bernama Martaraga dan Tirtawati. Mertuanya
adalah gurunya sendiri, bernama Ki Ajar Pelandongan. Dari Martaraga
lahir seorang putra bernama Kuda Anjampiani. Kedua naskah di atas
menyebut ayah Ranggalawe adalah Arya Wiraraja. Sementara itu, Pararaton
menyebut Arya Wiraraja adalah ayah Nambi. Kidung Harsawijaya juga
menyebutkan kalau putra Wiraraja yang dikirim untuk membantu pembukaan
Hutan Tarik adalah Nambi, sedangkan Ranggalawe adalah perwira Kerajaan
Singhasari yang kemudian menjadi patih pertama Majapahit. Uraian Kidung
Harsawijaya terbukti salah karena berdasarkan prasasti Sukamreta tahun
1296 diketahui nama patih pertama Majapahit adalah Nambi, bukan
Ranggalawe. Nama ayah Nambi menurut Kidung Sorandaka adalah Pranaraja.
Sejarawan Dr. Brandes menganggap Pranaraja dan Wiraraja adalah orang
yang sama. Namun, menurut Slamet Muljana keduanya sama-sama disebut
dalam prasasti Kudadu sebagai dua orang tokoh yang berbeda. Menurut
Slamet Muljana, Nambi adalah putra Pranaraja, sedangkan Ranggalawe
adalah putra Wiraraja. Hal ini ditandai dengan kemunculan nama Arya
Wiraraja dan Arya Adikara dalam prasasti Kudadu, dan keduanya sama-sama
menghilang dalam prasasti Sukamreta
Pararaton menyebut pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1295, namun dikisahkan sesudah kematian Raden Wijaya. Menurut naskah ini, pemberontakan tersebut bersamaan dengan Jayanagara naik takhta. Menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya meninggal dunia dan digantikan kedudukannya oleh Jayanagara terjadi pada tahun 1309. Akibatnya, sebagian sejarawan berpendapat bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1309, bukan 1295. Seolah-olah pengarang Pararaton melakukan kesalahan dalam penyebutan angka tahun. Namun Nagarakretagama juga mengisahkan bahwa pada tahun 1295 Jayanagara diangkat sebagai yuwaraja atau “raja muda” di istana Daha.
Selain itu Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe dengan jelas menceritakan bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada masa pemerintahan Raden Wijaya, bukan Jayanagara. Fakta lain menunjukkan, nama Arya Wiraraja dan Arya Adikara sama-sama terdapat dalam prasasti Kudadu tahun 1294, namun kemudian keduanya sama-sama tidak terdapat lagi dalam prasasti Sukamreta tahun 1296. Ini pertanda bahwa Arya Adikara alias Ranggalawe kemungkinan besar memang meninggal pada tahun 1295, sedangkan Arya Wiraraja diduga mengundurkan diri dari pemerintahan setelah kematian anaknya itu. Jadi, kematian Ranggalawe terjadi pada tahun 1295 bertepatan dengan pengangkatan Jayanagara putra Raden Wijaya sebagai raja muda.
Pararaton menyebut pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1295, namun dikisahkan sesudah kematian Raden Wijaya. Menurut naskah ini, pemberontakan tersebut bersamaan dengan Jayanagara naik takhta. Menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya meninggal dunia dan digantikan kedudukannya oleh Jayanagara terjadi pada tahun 1309. Akibatnya, sebagian sejarawan berpendapat bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1309, bukan 1295. Seolah-olah pengarang Pararaton melakukan kesalahan dalam penyebutan angka tahun. Namun Nagarakretagama juga mengisahkan bahwa pada tahun 1295 Jayanagara diangkat sebagai yuwaraja atau “raja muda” di istana Daha.
Selain itu Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe dengan jelas menceritakan bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada masa pemerintahan Raden Wijaya, bukan Jayanagara. Fakta lain menunjukkan, nama Arya Wiraraja dan Arya Adikara sama-sama terdapat dalam prasasti Kudadu tahun 1294, namun kemudian keduanya sama-sama tidak terdapat lagi dalam prasasti Sukamreta tahun 1296. Ini pertanda bahwa Arya Adikara alias Ranggalawe kemungkinan besar memang meninggal pada tahun 1295, sedangkan Arya Wiraraja diduga mengundurkan diri dari pemerintahan setelah kematian anaknya itu. Jadi, kematian Ranggalawe terjadi pada tahun 1295 bertepatan dengan pengangkatan Jayanagara putra Raden Wijaya sebagai raja muda.
Dalam hal ini pengarang Pararaton tidak melakukan kesalahan dalam
menyebut tahun, hanya saja salah menempatkan pembahasan peristiwa
tersebut. Sementara itu Nagarakretagama yang dalam banyak hal memiliki
data lebih akurat dibanding Pararaton sama sekali tidak membahas
pemberontakan Ranggalawe. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah ini
merupakan sastra pujian sehingga penulisnya, yaitu Mpu Prapanca merasa
tidak perlu menceritakan pemberontakan seorang pahlawan yang dianggapnya
sebagai aib.Pertempuran Pararaton mengisahkan Ranggalawe memberontak
terhadap Kerajaan Majapahit karena dihasut seorang pejabat licik bernama
Mahapati. Kisah yang lebih panjang terdapat dalam Kidung Panji
Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe. Pemberontakan tersebut dipicu oleh
ketidakpuasan Ranggalawe atas pengangkatan Nambi sebagai rakryan patih.
Menurut Ranggalawe,
Dinamakan Tuban. Dulunya Tuban bernama Kambang Putih Sudah sejak abad ke-11 sampai 15 dalam berita-berita para penulis China (pada jaman dinasti Song Selatan 1127-1279 dan dinasti Yuan (Mongol) 1271-1368 sampai jaman dinasti Ming th.1368-1644 5)
Dinamakan Tuban. Dulunya Tuban bernama Kambang Putih Sudah sejak abad ke-11 sampai 15 dalam berita-berita para penulis China (pada jaman dinasti Song Selatan 1127-1279 dan dinasti Yuan (Mongol) 1271-1368 sampai jaman dinasti Ming th.1368-1644 5)
Tuban disebut sebagai salah satu kota pelabuhan utama di pantai Utara
Jawa yang kaya dan banyak penduduk Tionghoanya. Orang Cina menyebut
Tuban dengan nama Duban atau nama lainnya adalah Chumin. Pasukan
Cina-Mongolia (tentara Tatar), yang pada th. 1292 datang menyerang Jawa
bagian Timur (kejadian yang menyebabkan berdirinya kerajaan Majapahit)
mendarat di pantai Tuban. Dari sana pulalah sisa-sisa tentaranya
kemudian meninggalkan P.Jawa untuk kembali ke negaranya6 (Graaf,
1985:164). Tapi sejak abad ke 15 dan 16 kapal-kapal dagang yang
berukuran sedang saja sudah terpaksa membuang sauh di laut yang cukup
jauh dari garis pantai. Sesudah abad ke 16 itu memang pantai Tuban
menjadi dangkal oleh endapan lumpur. Keadaan geografis seperti ini
membuat kota Tuban dalam perjalanan sejarah selanjutnya sudah tidak
menjadi kota pelabuhan yang penting lagi (Graaf, 1985:163).Untuk
mengurangi kesimpang siuran tentang hari jadi kota Tuban Bupati Kepala
Daerah Tingkat II Tuban (waktu itu dijabat Drs. Djoewahiri
Martoprawiro), menetapkan tanggal 12 Nopember 1293 sebagai hari jadi
kota Tuban7. Panitia kecil yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Tingkat
II Tuban waktu itu memberi alasan bahwa ditetapkannya tanggal tersebut
karena bertepatan dengan diangkatnya Ronggolawe sebagai Adipati Tuban.
Ronggolawe dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat Tuban, dan dianggap
sebagai Bupati pertama Tuban. Seperti halnya dengan kota-kota lain di
Jawa pada umumnya sumber sejarah kota Tuban sangat sulit didapat. Bahan
tulisan yang ada penuh dengan campuran antara sejarah dan legenda. Buku
Babad Tuban yang ditulis oleh Tan Khoen Swie (1936)
Letaknya sumber air bersih tersebut (Sumur Srumbung) berjarak kurang
lebih 10 m dekat pantai, tapi sumur (sumber air) tersebut tetap tawar
dan segar,sumur srumbung ini dikisahkan bebas jejak perdebatan antara
pendeka dari china dengan sunan Bonang, yang pada akhirnya sunan bonan
menancapkapkan tongkatnya di bibir pantai yang akhirnya keluar air yang
tawar..yang sekarang hampir hilang terkena abrasi yang diakibatkan
gelombang laut yangterus mengikis bibir pantai utara tanah jawa.
Sumber lain tentang sejarah dan legenda tentang kota Tuban lihat:
Soeparmo, R. (1983), Tujuh Ratus Tahun Tuban, dan buku: Hari Jadi Tuban
(1987), Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban.
Tuban, yang kalau dilihat dari arah laut, seolah-olah seperti batu
putih yang terapung (watu kambang putih dalam bahasa Jawa). Sumber ini
didapat dari buku : Soeparmo, R. (1983), Tujuh Ratus Tahun Tuban, dan
buku Hari Jadi Tuban (1987), Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II
Tuban.
Laporan Ma Huan yang mengiringi Cheng Ho dalam pelayaran ke 3
(1413-1415), mencatat bahwa kalau orang Cina pergi ke jawa, kapal-kapal
lebih dulu sampai ke Tuban, baru kemudian meneruskan perjalanannya ke
Gresik, kemudian dilanjutkan ke Surabaya, baru dari sana menuju ke pusat
kerajaan Majapahit (di daerah sekitar Mojokerto sekarang) dengan
memakai perahu kecil lewat sungai Brantas.
jabatan patih sebaiknya diserahkan kepada Lembu Sora yang dinilainya jauh lebih berjasa dalam perjuangan daripada Nambi. Ranggalawe yang bersifat pemberani dan emosional suatu hari menghadap Raden Wijaya di ibu kota dan langsung menuntut agar kedudukan Nambi digantikan Sora. Namun Sora sama sekali tidak menyetujui hal itu dan tetap mendukung Nambi sebagai patih. Karena tuntutannya tidak dihiraukan, Ranggalawe membuat kekacauan di halaman istana. Sora keluar menasihati Ranggalawe, yang merupakan keponakannya sendiri, untuk meminta maaf kepada raja. Namun Ranggalawe memilih pulang ke Tuban. Mahapati yang licik ganti menghasut Nambi dengan melaporkan bahwa Ranggalawe sedang menyusun pemberontakan di Tuban. Maka atas izin raja, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit didampingi Lembu Sora dan Kebo Anabrang untuk menghukum Ranggalawe. Mendengar datangnya serangan, Ranggalawe segera menyiapkan pasukannya. Ia menghadang pasukan Majapahit di dekat Sungai Tambak Beras. Perang pun terjadi di sana. Ranggalawe bertanding melawan Kebo Anabrang di dalam sungai. Kebo Anabrang yang pandai berenang akhirnya berhasil membunuh Ranggalawe secara kejam.
jabatan patih sebaiknya diserahkan kepada Lembu Sora yang dinilainya jauh lebih berjasa dalam perjuangan daripada Nambi. Ranggalawe yang bersifat pemberani dan emosional suatu hari menghadap Raden Wijaya di ibu kota dan langsung menuntut agar kedudukan Nambi digantikan Sora. Namun Sora sama sekali tidak menyetujui hal itu dan tetap mendukung Nambi sebagai patih. Karena tuntutannya tidak dihiraukan, Ranggalawe membuat kekacauan di halaman istana. Sora keluar menasihati Ranggalawe, yang merupakan keponakannya sendiri, untuk meminta maaf kepada raja. Namun Ranggalawe memilih pulang ke Tuban. Mahapati yang licik ganti menghasut Nambi dengan melaporkan bahwa Ranggalawe sedang menyusun pemberontakan di Tuban. Maka atas izin raja, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit didampingi Lembu Sora dan Kebo Anabrang untuk menghukum Ranggalawe. Mendengar datangnya serangan, Ranggalawe segera menyiapkan pasukannya. Ia menghadang pasukan Majapahit di dekat Sungai Tambak Beras. Perang pun terjadi di sana. Ranggalawe bertanding melawan Kebo Anabrang di dalam sungai. Kebo Anabrang yang pandai berenang akhirnya berhasil membunuh Ranggalawe secara kejam.
Melihat keponakannya disiksa sampai mati, Lembu Sora merasa tidak
tahan. Ia pun membunuh Kebo Anabrang dari belakang. Pembunuhan terhadap
rekan inilah yang kelak menjadi penyebab kematian Sora pada tahun 1300.
Sejarah Perjalanan Ronggolawe
Sejarah Perjalanan Ronggolawe
Ranggalawe (lahir:… ? - wafat: 1295) adalah salah satu pengikut Raden
Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan
Majapahit, namun meninggal sebagai pemberontak pertama dalam sejarah
kerajaan ini. Nama besarnya dikenang sebagai pahlawan oleh masyarakat
Tuban, Jawa Timur sampai saat ini.
Peran Awal
Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menyebut Ranggalawe sebagai putra Arya Wiraraja bupati Songeneb (nama lama Sumenep). Ia sendiri bertempat tinggal di Tanjung, yang terletak di Pulau Madura sebelah barat.
Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menyebut Ranggalawe sebagai putra Arya Wiraraja bupati Songeneb (nama lama Sumenep). Ia sendiri bertempat tinggal di Tanjung, yang terletak di Pulau Madura sebelah barat.
Pada tahun 1292 Ranggalawe dikirim ayahnya untuk membantu Raden
Wijaya membuka Hutan Tarik (di sebelah barat Tarik, Sidoarjo sekarang)
menjadi sebuah desa pemukiman bernama Majapahit. Konon, nama Ranggalawe
sendiri merupakan pemberian Raden Wijaya. Lawe merupakan sinonim dari
Wenang, yang berarti “benang”, atau dapat juga bermakna “kekuasaan”.
Maksudnya ialah, Ranggalawe diberi kekuasaan oleh Raden Wijaya untuk
memimpin pembukaan hutan tersebut.
Selain itu, Ranggalawe juga menyediakan 27 ekor kuda dari Sumbawa
sebagai kendaraan perang Raden Wijaya dan para pengikutnya dalam perang
melawan Jayakatwang raja Kadiri.
Penyerangan terhadap ibu kota Kadiri oleh gabungan pasukan Majapahit
dan Mongol terjadi pada tahun 1293. Ranggalawe berada dalam pasukan yang
menggempur benteng timur kota Kadiri. ia berhasil menewaskan pemimpin
benteng tersebut yang bernama Sagara Winotan.
Jabatan di Majapahit
Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit. Menurut Kidung Ranggalawe, atas jasa-jasanya dalam perjuangan Ranggalawe diangkat sebagai bupati Tuban yang merupakan pelabuhan utama Jawa Timur saat itu.
Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit. Menurut Kidung Ranggalawe, atas jasa-jasanya dalam perjuangan Ranggalawe diangkat sebagai bupati Tuban yang merupakan pelabuhan utama Jawa Timur saat itu.
Prasasti Kudadu tahun 1294 yang memuat daftar nama para pejabat
Majapahit pada awal berdirinya, ternyata tidak mencantumkan nama
Ranggalawe. Yang ada ialah nama Arya Adikara dan Arya Wiraraja. Menurut
Pararaton, Arya Adikara adalah nama lain Arya Wiraraja. Namun prasasti
Kudadu menyebut dengan jelas bahwa keduanya adalah nama dua orang tokoh
yang berbeda.
Sejarawan Slamet Muljana mengidentifikasi Arya Adikara sebagai nama
lain Ranggalawe. Dalam tradisi Jawa ada istilah nunggak semi, yaitu nama
ayah kemudian dipakai anak. Jadi, nama Arya Adikara yang merupakan nama
lain Arya Wiraraja, kemudian dipakai sebagai nama gelar Ranggalawe ketika dirinya diangkat sebagai pejabat Majapahit.
Dalam prasasti Kudadu, ayah dan anak tersebut sama-sama menjabat
sebagai pasangguhan, yang keduanya masing-masing bergelar Rakryan Mantri
Arya Wiraraja Makapramuka dan Rakryan Mantri Dwipantara Arya Adikara
sumber:http://aryadwiharyanto.blogdetik.com/2010/06/07/ranggalawe/
0 tanggapan:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya dalam demensi lain mank obyd