Rabu, 24 Juli 2013

FALETEHAN

0

SEJARAH FALETEHAN
Menurut sejarah Cirebon yang disusun oleh P. S. Sulendraningrat, diriwayatkan sebagai berikut :
Pada Abad 14 Masehi, Sayid Jamaludin Al Husein, seorang keluarga dekat Sultan Sulaeman dari kerajaan Islam Irak yang berkedudukan di Baghdad, mempunyai tiga orang anak :
1. Ali Nurul Alim;
2. Barkat Zaenal Alim;
3. Ibrahim Zaenal Akhbar.
Ketiganya setelah cukup cakap dalam ilmu agama Islam, merantau untuk berdakwah sebagai misi-misi Islam dari Kerajaan Irak (Baghdad) dalam rangka penyebaran Agama Islam diluar Kerajaan Irak.
Ali Nurul Alim ke Kerajaan Mesir dan menetap di Kairo sampai dapat menduduki jabatan tinggi dalam pemerintahan Kerajaan Mesir, beliau mempunyai seorang Putra bernama Syarif Abdullah, setelah dewasa Syarif Abdullah menikah dengan Putri Mahkota Mesir. Ayah dari Putri Mahkota Mesir meninggal dunia, kemudian Putri Mahkota dinobatkan sebagai Sultan Mesir, sedangkan suaminya Syarif Abdullah diberi gelar “Sulthon” dengan nama Sulthon Makhmud Syarif Abdullah.
Tak lama kemudian sultan Mesir Istri dari Sulthon Makhmud Syarif Abdullah meninggal dunia, maka selanjutnya Negara Mesir dipercayakan kepada Sulthon Makhmud Syarif Abdullah untuk meneruskan memimpin Pemerintahan Mesir.
Sulthon Makhmud Syarif Abdullah kemudian menikah untuk kedua kalinya dengan Ratu Mas Rara Santang seorang saudara muda kandung Pangeran Cakra buana Putra Mahkota Kerajaan Padjajaran, dari pernikahan ini dikaruniai dua orang Putra ialah : Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah (adik).
Barkat Zaenal Alim melalui darat datang ke Gujarat, sedangkan Ibrahim Zaenal Akhbar datang ke Cempa / Kamboja, masing-masing ditempat kedatangannya beliau-beliau itu menetap menjadi warga Negara.
Adapun Barkat Zaenal Alim mempunyai seorang cucu bernama Maulana Makhdar Ibrahim yang setelah dewasa dan cukup cakap dalam Ilmu Agama Islamnya, merantau dan berdakwah dan sampailah di Basem Paseh / Aceh, disana beliau menikah dengan Putri Mahkota Aceh, setelah Ayahanda Putri Mahkota Aceh itu wafat, kemudian Putri Mahkota itu menjadi Sultan di Aceh. Memerintah bersama suaminya yang diberi gelar Sulthon Huda. Sulthon Huda ini mempunyai dua orang anak ialah yang Putra bernama Fadhillah Khan dan yang Putri bernama Ratu Gandasari.
Portugis pada tahun 1511 M merebut Kerajaan dan Kesultanan-Kesultanan Malaka, kemudian pada tahun 1521 M Portugis merebut dan menguasai Paseh / Aceh setelah mendapatkan perlawanan dari Pemuda dan Tentara Aceh keluarga Sulthon Huda, termasuk Fadhillah Khan mengungsi ke Mekkah dan Bagdad disamping menunaikan Ibadah Haji juga mendalami Ilmu Agama Islamnya, disamping meminta bantuan untuk memerangi / mengusir orang Portugis dari Aceh.
Oleh penguasa Mekkah dan Baghdad pada waktu itu, Fadhillah Khan dianjurkan untuk datang ke Pulau Jawa, oleh karena di Pulau Jawa sudah ada dua Negara Besar yang beragama Islam ialah CIREBON dan DEMAK yang sedang giat-giatnya menyebarkan Agama Islam. Sesuai anjuran itulah Fadhillah Khan kemudian datang ke Demak untuk memperkuat barisan misi Islam di Demak. Demak saat itu dipimpin oleh Sultan Tranggono, Fadhillah Khan kemudian menikah dengan salah seorang adik perempuan Sultan Tranggono yang bernama Ratu Pulung, Fadhillah Khan dengan bermodalkan Ilmu Agama yang tinggi dan cakap dalam bidang strategi perang, maka oleh Sultan Trenggono diangkat sebagai Senopati atau Jenderal Pertama Tentara Demak. Demak ingin mengusir Portugis dari Sunda Kelapa, kala itu Portugis di Sunda Kelapa mempunyai hubungan baik dalam perdagangannya dengan Pajajaran dan Kerajaan Pucuk Umun di Banten.
Strategi Kesultanan Demak, untuk merebut Sunda Kelapa dari tangan Portugis, maka Banten harus dikuasai lebih dahulu. Dari strategi itu maka Sultan Demak memerintahkan Fadhillah Khan ( Faletehan ) dengan membawa pasukan menuju Banten. Sebelum ke Banten, harus mampir ke Cirebon menemui Sunan Syarif Hidayatullah, karena Cirebon mempunyai kepentingan terhadap Banten, dimana Sunan Syarif Hidayatullah mempunyai istri seorang Putri Banten Nyi Mas Kawunganten dan mempunyai seorang Putra bernama Sebakingkin ( nama kecil ) setelah besar dinamai Maulana Hasanudin. Oleh Sunan Syarif Hidayatullah pasukan dari Demak ditambah dari pasukan Cirebon dibawah pimpinan Fadhillah Khan ( Faletehan ) berangkat menuju Banten.
Pada tahun 1526 M di Banten pasukan Demak dan pasukan Cirebon ditambah pasukan dari Kawunganten dibawah Maulana Hasanudin secara bersama-sama menggempur Kerajaan Pucuk Umun di Banten Girang. Setelah Banten dikuasai, maka Maulana Hasanudin dinobatkan sebagai Sultan pertama di Banten oleh Sultan Syarif Hidayatullah. Setelah Banten diserahkan kepada Sultan Maulana Hasanudin, maka Fadhillah Khan dengan pasukannya kembali ke Cirebon, kemudian menikah dengan Ratu Ayu ( seorang janda dari Alm. Sultan Demak II ) seorang Putri dari Sunan Syarif Hidayatullah.
Pada tahun 1527 M Fadhillah Khan, Pangeran Carbon, Dipati Suraneggala, Dipati Cangkuang ditambah pasukan dari Banten, pasukan gabungan ini menggempur Sunda Kelapa yang merupakan bawahan Pakuan Pajajaran yang diduduki oleh Portugis, setelah Sunda Kelapa dikuasai, maka Fadhillah Khan diangkat menjadi Bupati Sunda Kelapa yang kemudian menjadi JAYAKARTA dan terakhir kita kenal sebagai JAKARTA.
Fadhillah Khan oleh orang Portugis dilisankan menurut lidah Portugis menjadi FALETEHAN “.

0 tanggapan:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungannya dalam demensi lain mank obyd

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting