Selasa, 23 Juli 2013

MAZHAB FRANKFURT DAN CHICAGO

0




Di saat teknologi komunikasi massa mulai berkembangan sangat pesat pada tahun 1960-an timbul berbagai perbedaan pendapat mengenai efek komunikasi masa di kalangan para tokoh-tokoh atau pakar-pakar ilmu komunikasi yang di sebut mazhab atau aliran. Terdapat dua mazhab yang berbeda pendapat mengenai efek tersebut, yaitu mazhab Frankfurt dan Mazhab Chicago.
MAZHAB FRANKFRUT
a. Mazhab frankfrut
Mazhab Frankfurt adalah Mazhab atau aliran yang berasal dari negara Jerman. penelitiannya dinamakan penelitian kritik (critical research) yang menampilkan teori komunikasi kritik. Aliran Frankfurt atau sering dikenal sebagai Mazhab Frankfurt (die Frankfurter Schule) merupakan sekelompok pemikir sosial yang muncul dari lingkungan Institut für Sozialforschung Universitas Frankfurt. Para pemikir sosial Frankfurt ini membuat refleksi sosial kritis mengenai masyarakat pasca-industri dan konsep tentang rasionalitas yang ikut membentuk dan mempengaruhi tindakan masyarakat tersebut. Yang dijadikan objek studi adalah peranan media massa dalam kehidupan modern dengan filosofi kritik dalam bentuk lain terhadap kritik Karl Marx. Bukan saja determinisme ekonomi yang ditentangnya, tetapi juga positivisme empirik.
Mazhab Frankfurt atau yang sering dikenal dengan Teori Kritis sendiri merupakan nama dari suatu cara berpikir dan sebuah aliran filsafat yang berkembang di Institut fur Sozialforschung (Lembaga Penelitian Sosial) di Frankfurt, Jerman. Lembaga ini didirikan tahun 1924 oleh Carl Grunberg dengan tujuan untuk mengadakan penelitian-penelitian tentang masyarakat yang bernafaskan Sosialisme dan Marxisme.
b. Sejarah dan Asumsi-Asumsi Kunci
Teori komunikasi kritik ini muncul ketika terjadi aksi-aksi mahasiswa di Eropa Barat pada tahun 1960-an khususnya di Jerman pada tahun 1967 yang menuntut demokratisasi universitas. Aksi-aksi itu kemudian dilancarkan juga kepada media massa yang dianggapnya tidak memperdulikan ketertiban, hukum, tidak mengindahkan hakikat hasrat politik para mahasiswa, terutama pada media cetak.
Teori komunikasi kritik itu semakin semarak, setelah muncul Jurgen Hubermas. Hubermas dikenal sebagai filsuf masa kini tentang kritisnya terhadap pemikiran Marxis. Dalam hubungan ini sebagai pengganti paradigma kerja, Habermas mengacu kepada paradigma komunikasi.
Implikasi dari paradigma baru ini adalah memahami praxis emansipatoris sebagai dialog-dialog komunikatif dan tindakan-tindakan komunikatif yang menghasilkan pencerahan. Hal ini bertolak belakang dengan teori-teori Marxis klasik yang menempuh jalan revolusioner untuk menjungkirbalikan struktur masyarakat demi terciptanya masyarakat sosialis yang dicita-citakan. Habermas menempuh jalan konsensus dengan sasaran terciptanya ”demokrasi radikal”, yaitu hubungan-hubungan soisal yang terjadi dalam lingkup komunikasi bebas kekuasaan.
Cara berpikir aliran Frankfurt dapat dikatakan sebagai teori kritik masyarakat atau eine Kritische Theorie der Gesselschaft. Maksud teori ini adalah membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi modern. Khas pula apabila teori ini berinspirasi pada pemikiran dasar Karl Marx, meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa inspirasi Teori Kritis banyak didialogkan dengan aliran-aliran besar filsafat – khususnya filsafat sosial pada waktu itu.
„Teori kritis menyatakan bahwa ternyata faktor utama perubahan sosial tidak terletak pada faktor ekonomi saja, tetapi ada faktor-faktor lain, seperti politik- sosiologi dan kebudayaan yang turut juga mempengaruhi dinamika sosial masyarakat dan individu. Aliran frankfrut ingin memperjelas secara rasional struktur yang dimiliki oleh masyarakat pasca industri dan melihat akibat-akibat struktur tersebut dalam kehidupan manusia dan dalam kebudayaan. Teori kritis ingin menjelaskan hubungan manusia dengan bertolak dari pemahaman rasio instrumental.Teori kritis ingin membangun teori yang mengkritik struktur dan konfigurasi masyarakat aktual sebagai akibat dari suatu pemahaman yang keliru tentang rasionalitas“.
c. Para Pemikir dan Pakar Utama Mazhab Frankfrut
Aliran Frankfurt dipelopori oleh Felix Weil pada tahun 1923. Perkembangan Teori Kritis semakin nyata, ketika aliran Frankfurt dipimpin oleh Max Horkheimer dan mempunyai anggota Friederick Pollock (ahli Ekonomi), Adorno (musikus, sastrawan dan psikolog), Herbert Marcuse (murid Heidegger yang fenomenolog), Erich Fromm (psikoanalis), Karl August Wittfogel (sinolog), Walter Benjamin (kritikus sastra) dan lainnya yaitu Leo Lowenthal, Frans Neumann, Frans Oppenheimer, Alfred Schmidt, Jurgen Habermas, Oskar Negt, susan Buck morss dan terakhir Axel Honneth.
d. Teori-Teori yang tergabung ke dalam Mazhab Frankfrut
1. Rasionalitas Positif-Negative (J.Hebermass)
“pemikiran Habermas menoleh kedalam dua hal, yakni disatu sisi kepada sistem dengan mekanisme dominasi dan distorsi yang diakibatkannya kepada dunia kehidupan, dan disisi lain kepada perumusan pemikiran untuk menciptakan tatanan yang lebih bermoral.merumuskan dua macam rasionalitas, yakni rasionalitas instrumental, yang merupakan bentuk rasionalitas yang membenarkan sistem penindasan oleh logika sistem administrasi dan         ekonomi kapitalis untuk mencapai efiensi dan efektifitas sebesar-besarnya demi keuntungan yang bersifat strategik, dan rasionalitas komunikatif, yang berupaya mewujudkan penciptaan ruang publik kritis dan mempunyai potensi untuk mencapai emansipasi melalui komunikasi yang bebas dominasi dan setara. Untuk mudahnya, kita bisa membuat distingsi antara rasionalitas negatif, yakni rasionalitas instrumental, dan rasionalitas positif, yakni rasionalitas komunikatif. Akar dari semua permasalahan sosial kontemporer, menurut Habermas, terletak terjadinya distorsi komunikasi yang diakibatkan oleh logika rasionalitas instrumental didalam sistem birokrasi pemerintahan dan sistem ekonomi “merangsek” masuk kedalam dunia kehidupan yang seharusnya bersifat komunikatif”.
2. Teori hegemoni  (Antonio Gramsci)
“Hegemoni adalah dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana kelas yang berkuasa mampu mengadakan kepemimpinan moral dan intelektual (moral and intellectual leadership). hegemoni berlangsung secara ideologis (by ideology),  Ideologi dalam pandangan Gramsci tidak hanya dilandasi oleh sistem ekonomi saja namun tertanam secara dalam dalam semua aktifitas masyarakat. Sehingga, ideologi berartikulasi dalam      kehidupan dengan tidak dipaksakan oleh satu kelompok namun adalah menembus dan diluar kesadaran.Gramsci menjelaskan bahwa hegemoni merupakan sebuah proses penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah, dan kelas bawah juga aktif mendukung ide-ide kelas dominan. Di sini penguasaan dilakukan tidak dengan kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai.Bentuk-bentuk persetujuan masyarakat atas nilai-nilai masyarakat dominan dilakukan dengan penguasaan basis-basis pikiran, kemampuan kritis, dan kemampuan-kemampuan afektif masyarakat melalui konsensus yang menggiring kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah sosial ke dalam pola kerangka yang ditentukan lewat birokrasi (masyarakat dominan). Di sini terlihat adanya usaha untuk menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang berkuasa .
3. Teori Ingatan dan Sejarah Masa Lalu Manusia, Walter Benjamin (1892-1940)
Menurut Benjamin, masa lalu dan masa kini memiliki hubungan sekaligus berada dalam sebuah konstelasi, bukan demi memiliki dirinya sendiri. Masa lalu memiliki potensi sejarah di masa kini dan masa mendatang. Singkatnya, masa lalu sendiri memiliki arti bagi masa kini. Sehinga manusia kini selalu harus mampu merajut relasi yang bermakna dengan pergulatan historis masa lalu dalam wujud sikap solidaritas, yakni kita berjalan maju dalam sejarah dengan “muka menghadap masa lalu dan punggung membelakangi masa depan”.
Paham atau pemikiran Benjamin demikian muncul dari refleksi dirinya atas sejarah kehidupan manusia dalam bentuk kritik dirinya terhadap paham historisisme, yang juga secara khusus ia kenakan kepada diri Horkheimer yang mengatakan bahwa sejarah manusia adalah tertutup-closed. Artinya, sejarah kemanusiaan masa lalu sudah tertutup di masa lalu dan tidak memiliki relevansi apa pun dengan sejarah masa kini.
4. Teori Keterpisahan Eksistensial (Erich Fromm)
“Fromm merumuskan keterpisahan eksistensial ini dalam kecemasan. Ia berusaha mengangkat perasaan cemas dan kekalutan yang dialami manusia bahwa mereka akan ditinggalkan oleh orang-orang yang mereka kasihi atau mereka akan lebih dulu meningglkan orang-orang terkasihnya. Kecemasan akibat keterpisahan eksistensial ini sama dengan sebuah kesendirian.”
Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan mengatasi keterpisahan itu dengan menenggelamkan diri dalam keadaan orgiastik. Mereka menghendaki pengalaman trance untuk melepaskan keterpisahan. Trance ini sendiri bisa melalui dalam diri manusia yakni pada apa yang disebutnya kondisi terdalam kemanusiaan, spiritualitas, atau rohani. Bisa juga dengan bantuan alkohol dan obat bius namun sifatnya sementara. Cara lain adalah melalui aktivitas seksual.
5. Teori Tindakan komunikatif (Communicative Action Theory), J.Hebermas
Teori tindakan komunikatif menyatakan adanya situasi ideal (ideal speech situation) yang memungkinkan manusia melakukan komunikasi secara terbuka dan setara sebagai basis bagi terciptanya kesungguhan (sincerity), kejujuran (truthfulness) dan interaksi yang intelektual (intelligibility).
6. Framing Analysis (Erving Goffman 1974)
“Goffman bergeser dari cara pandang interaksionisme simbolik menuju studi struktur kehidupan sosial berskala kecil. Ia melakukan kajian atas sekian banyak struktur yang tidak terlihat dalam masyarakat yang membangun kejadian atau tindakan manusia yang bermakna. Kerangka (frame adalah prinsip organisasi yang memberi definisi atas pengalaman kita. Frame memberikan kita asumsi terhadap apa yang kita lihat dalam kehidupan sosial) ”
7. Public Opinion Theory (Walter Lippmann 1922)
Istilah “komunikasi massa” yang secara umum kita kenal, pada massa itu  belum dikenal, yang digunakan adalah istilah “public opinion”. Lippmann juga menyatakan bahwa peran media massa dalam membentuk opini public. Yang menjadi konsen Lippman adalah kebutuhan akan kebebasan media massa yang secara normative dan public yang terinformasikan.
8. Symbolik Interactionalism Theory (Mead)
Menurut perspektif interaksi simbolik, perilaku manusia harus di pahami dari sudut pandang subyek. Teori ini memandang bahwa kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Inti pada penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang akan mereka sampaikan dalam proses komunikasi dengan sesame. Makna yang mereka berikan kepada objek berasal dari interaksi sosial dan dapat berubah selama interaksi itu berlangsung. Inti dari teori interaksi simbolik adalah “self” atau diri. Mead menganggap konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain ( D. Mulyana, 2001:73 ).
Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan dalam penggunaan bahasa. Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindakan atau peristiwa ( bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindakan atau peristiwa itu).(Arnold M Rose 1974:143 dalam D.Mulyana 2001:72).
Terbentuknya makna dari sebuah simbol tak lepas karena peranan individu yang melakukan respon terhadap simbol tersebut. Individu dalam kehidupan sosial selalu merespon lingkungan termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia) yang kemudian memunculkan sebuah pemaknaan . Respon yang mereka hasilkan bukan berasal dari faktor eksternal ataupun didapat dari proses mekanis, namun lebih bergantung dari bagaimana individu tersebut mendefinisikan apa yang mereka alami atau lihat. Jadi peranan individu sendirilah yang dapat memberikan pemaknaan dan melakukan respon dalam kehidupan sosialnya.
Namun, makna yang merupakan hasil interpretasi individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan dari faktor-faktor yang berkaitan dengan bentuk fisik (benda) ataupun tujuan (perilaku manusia) memungkinkan adanya perubahan terhadap hasil intrepetasi barunya. Dan hal tersebut didukung pula dengan faktor bahwa individu mampu melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Proses mental tersebut dapat berwujud proses membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Individu dapat melakukan antisipasi terhadap reaksi orang lain, mencari dan memikirkan alternatif kata yang akan ia ucapkan.
9.  Ideology and Communication Theory (Stuart Hall)
10. Dialectical Differentiation of Emansipathory
11. Dialctic of Enlightenment
12. Instrumentalisme Political Economy Theory (Gramsci & Adorno)
MAZHAB CHICAGO
a. Mazhab Chicago
Mazhab Chicago adalah Mazhab atau aliran yang bewrasal dari Amerika Serikat. Mazhab Chicago dengan positivisme empirik menitikberatkan penelitiannya pada pemecahan masalah kriminal, prostitusi, dan masalah-masalah lainnya yang timbul akibat industrialisasi dan urbanisasi yang berlangsung sangat cepat di Amerika.
Pada masa puncaknya kejayaan Mazhab Chicago, penelitian komunikasi banyak dilakukan dengan metode kuantitatif, antara lain sebagai akibat dari pendanaan yang disediakan oleh sponsor. Sebagai konsekuensinya, penelitian yang semula merupakan kegiatan kreatif perorangan menjadi pekerja secara borongan. Penelitan banyak dilakukan terhadap persuasi, propaganda, dan efek langsung dari media massa pada khalayak. Penelitian komunikasi dengan penekanan pada efek langsung itu, merupakan pengaruh model linear dari Shannon dan Weaver.
Aliran tersebut menyadari bahwa media komunikasi memiliki keperkasaan dalam mempengaruhi masyarakat. Oleh karena itu media massa perlu melakukan penyempurnaan secara sinambung agar acaranya, pengolahannya, penyajiannya, dan penyebarannya menjadi lebih efektif dan efisien.
“aliran empirik menekankan pada efek komunikasi pada khalayak dengan melakukan analisis isi (content analysis) dalam rangka menarik kesimpulan tentang efek komunikasi,”
b. Tokoh-Tokoh dalam Mazhab Chicago
Mazhab Chicago tokoh-tokohnya adalah Robert Ezra Park, Harold D. Lasswell, Bernard Berelson, Robert K. Merton, Daniel Lener, Ithiel Da Sola Pool, Wilbur Schramm, Charles Wright, David Berlo, dan lain-lain.
c. Teori-Teori yang tergabung ke dalam Mazhab Chicago
a. Model Lasswell
Harold Lasswell, dalam artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model komunikasi yang sederhana dan sering dikutif banyak orang yakni: Siapa (Who), berbicara apa (Says what), dalam saluran yang mana (in which channel), kepada siapa (to whom) dan pengaruh seperti apa (what that effect) (Littlejhon, 1996).
b. Teori Komunikasi dua tahap dan pengaruh antar pribadi
Teori ini berawal dari hasil penelitian Paul Lazarsfeld dkk mengenai efek media massa dalam kampanye pemilihan umum tahun 1940. Studi ini dilakukan dengan asumsi bahwa proses stimulus bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun hasil penelitian menunjukan sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah dan asumsi stimulus respon tidak cukup menggambarkan realitas audience media massa dalam penyebaran arus informasi dan menentukan pendapat umum.
Teori dan penelitian-penelitian komunikasi dua tahap memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut:
1) Individu tidak terisolasi dari kehidupan sosial, tetapi merupakan anggota dari kelompok-kelompok sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
2) Respon dan rekasi terhadap pesan dari media tidak akan terjadi secara langsung dan segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan sosial tersebut.
3) Ada dua proses yang langsung, yang pertama mengenai penerima dan perhatian, yang kedua berkaitan dengan espon dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau menyampaikan informasi.
4) Individu tidak bersikap sama terhadap pesan/kampanye media, melainkan memiliki berbagai peran yang berbeda dalam proses komunikasi, dan khususnya dapat dibagi atas mereka yang secara aktif menerima dan meneruskan/enyebaran gagasan dari media, dan mereka yang sematamata hanya mengandalkan hubungan personil dengan orang lain sebagai penentunya.
5) individu-individu yang berperan lebih aktif (pemuka pendapat) ditandai oleh penggunaan media massa yang lebih besar, tingkat pergaulan yang lebih tinggi, anggapan bahwa didinya berpengaruh terhadap orang lain, dan memiliki peran sebagai sumber informasi dan panutan.
c. Uses and Gratifications Theory (Teori Kegunaan dan Kepuasan)
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz (1974). Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenhi kebutuhannya. Artinya pengguna media mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.
Elemen dasar yang mendasari pendekatan teori ini (Karl dalam Bungin, 2007): (1) Kebutuhan dasar tertentu, dalam interaksinya dengan (2) berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan (3) struktur masyarakat, termasuk struktur media, menghasilkan (4) berbagai percampuran personal individu, dan (5) persepsi mengenai solusi bagi persoalan tersebut, yang menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau penyelesaian persoalan, yang menghasikan (7) perbedaan pola konsumsi media dan (8) perbedaan pola perilaku lainnya, yang menyebabkan (9) perbedaan pola konsumsi, yang dapat memengaruhi (10) kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu, sekaligus akan memengaruhi pula (11) struktur media dan berbagai struktur politik, kultural, dan ekonomi dalam masyarakat.
d. Uses and Effects Theory
Pertama kali dikemukakan Sven Windahl (1979), merupakan sintesis antara pendekatan uses and gratifications dan teori tradisional mengenai efek. Konsep use (penggunaan) merupakan bagian yang sangat penting atau pokok dari pemikiran ini. Karena pengetahuan mengenai penggunaan media akan memberikan jalan bagi pemahaman dan perkiraan tentang hasil dari suatu proses komunikasi massa. Penggunaan media dapat memiliki banyak arti. Ini dapat berarti exposure yang semata-mata menunjuk pada tindakan mempersepsi. Dalam konteks lain, pengertian tersebut dapat menjadi suatu proses yang lebih kompleks, dimana isi terkait harapan-harapan tertentu untuk dapat dipenuhi, fokus dari teori ini lebih kepada pengertian yang kedua.
e. Teori Agenda Setting
Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.
f. Teori Dependensi Efek Komunikasi Massa (Dependention of Mass  Communication Effect Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeachdan Melvin L. DeFluer (1976), yang memfokuskan pada kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini berangkat dari sifat masyarakat modern, diamana media massa diangap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses memelihara, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat,kelompok, dan individu dalam aktivitas sosial.
Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kognitif, menciptakan atau menghilangkan ambiguitas, pembentukan sikap, agenda-setting, perluasan sistem keyakinan masyarakat, penegasan/ penjelasan nilai-nilai.
2. Afektif, menciptakan ketakutan atau kecemasan, dan meningkatkan atau menurunkan dukungan moral.
3. Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau meredakan, pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya, menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitas serta menyebabkan perilaku dermawan.
g. The Spiral of Silence Theory (Teori Spiral Keheningan)
Teori the spiral of silence (spiral keheningan) dikemukakan oleh Elizabeth Noelle-Neuman (1976), berkaitan dengan pertanyaan bagaimana terbentuknya pendapat umum. Teori ini menjelaskan bahwa terbentuknya pendapat umum ditentukan oleh suatu proses saling mempengaruhi antara komunikasi massa, komunikasi antar pribadi, dan persepsi individu tentang pendapatnya dalam hubungannya dengan pendapat orang-orang lain dalam masyarakat.
h. Stimulus – Respons Teory
Pada dasarnya merupakan prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. Dengan demikian, seseorang dapat menjelaskan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audience. Elemen-elemen utama teori ini menurut McQuail (1996):
a. Pesan (stimulus)
b. Seorang penerima atau receiver
c. Efek (respons)
Dalam masyarakat massa, prinsip S- R mengansumsikan bahwa pesan informasi dipersiapkan oleh media dan didistribusikan secara sistematis dalam sekala yang luas. Sehingga secara serempak pesan tersebut dapat diterima oleh sejulah besar individu, bukan ditujukan kepada orang per orang. Kemudian sejumlah besar individu itu akan merespons informasi itu.
i. Information Seeking Theory
Donohew dan Tipton (1973), menjelaskan tentang pencarian, penginderaan, dan pemrosesan informasi, disebut memiliki akar dari pemikiran psikologi sosial tentang sikap. Salah satu asumsi utamanya adalah bahwa orang cenderung untuk menghindari informasi yang tidak sesuai dengan image of reality-nya karena informasi itu bisa saja membahayakan.
j. Information Gaps Theory
Dalam membahas efek jangka panjang komunikasi massa, penting dikemukkan pokok bahasan mengenai celah pengetahuan (information gaps). Latar belakang pemikiran ini terbentuk oleh arus informasi yang terus meningkat, yang sebagian besar dilakukan oleh media massa. Secara teoritis peningkatan ini akan menguntungkan setiap orang dalam masyrakat karena setiap individu memiliki kemungkinan untuk mengetahui apa yang terjadi di dunia untuk memperluas wawasan.
k. Teori Konstruksi sosial media massa
Gagasan awal dari teori ini adalah untuk mengoreki teori konstruksi sosial atas realitas yang dibangun oleh Peter L Berrger dan Thomas Luckmann (1966, The social construction of reality. A Treatise in the sociology of knowledge. Tafsir sosial atas kenyataan: sebuah risalah tentang sosisologi pengetahuan). Mereka menulis tentang konstruksi sosial atas realitas sosial dibangun secara simultan melalui tiga proses, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Proses simultan ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyrakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif.

refrenci: http://hanni.blog.fisip.uns.ac.id/2010/12/25/mazhab-frankfurt-dan-chicago/

0 tanggapan:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungannya dalam demensi lain mank obyd

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting