Polemik tentang Fatahillah bermula
dari dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Dewan Perwakilan Kota
Sementara Djakarta Raja pada Februari 1956. SK itu memutuskan bahwa hari
lahir Jakarta adalah 22 Juni 1527. Angka, bulan, dan tahun itu didapat
dari hasil penelitian Prof. Dr. Mr Sukanto dalam buku Dari Djakarta Ke
Djajakarta yang ditulis pada 1954. Adalah wali kota Jakarta Sudiro,
bertugas pada 1953-1960, yang menyetujui hasil penelitian Sukanto dan
menetapkannya sebagai hari jadi Kota Jakarta.
Sukanto
sebenarnya hanya melengkapi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Prof. Dr. PA Hussein Djajadiningrat. Hussein-lah, dalam disertasinya
yang berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten,
yang pertama kali menetapkan 1527 sebagai tahun kelahiran Jayakarta.
Disertasi itu dipertahankan pada 1913 di Universiteit Leiden, Belanda.
Dalam disertasi itu, ia menyatakan bahwa Jayakarta berarti wlbrachte zege (kemenangan
yang selesai), yaitu nama yang diberikan Fatahillah kepada Sunda Kelapa
setelah berhasil direbut dari kerajaan Hindu, yaitu Kerajaan Pajajaran.
Seperti diketahui, Fatahillah merupakan adik ipar Sultan Demak.
Berpegang pada penelitian Hussein itu, Sukanto memperkirakan,
pertempuran antara Fatahillah dan De Sa terjadi pada Maret 1527. Jadi,
nama Jayakarta pastilah muncul setelah itu. Ternyata, tak ada data kuat
yang mendukung bahwa 22 Juni sebagai awal munculnya nama Jayakarta.
Lantas Sukanto mengambil cara dengan menggunakan perhitungan Jawa yang
biasa dipakai untuk keperluan masa panen. Dalam perhitungan itu, satu
tahun dibagi dalam 12 mangsa dan mangsa kesatu dimulai pada 22 Juni.
Sukanto menulis, lebih kurang, "Mengingat mangsa kesatu jatuh pada Juni
(bulan panen atau setelah panen), kemungkinan Jayakarta diberikan pada
tanggal 1 mangsa kesatu, yaitu bulan Juni tanggal 22 tahun 1527. Harinya yang pasti tidak dapat kita temukan."
Hussein menolak teori itu. Menurut sarjana Islamologi ini, Fatahillah akan
menggunakan hari raya Islam sebagai cantelan hari lahir Jayakarta, bukan
berdasar penanggalan tradisi. Hari raya terdekat pada waktu itu adalah
Maulid Nabi SAW, yaitu 17 Desember 1527. Perdebatan tidak hanya pada
hari lahir Jakarta, tetapi juga pada sosok Fatahillah sebagai tokoh
sentral dan ikon pada hari lahir tersebut.
Setelah dua professor terkemuka ini berpolemik dan hari
berganti hari, tahun berganti tahun, hari lahir kota Jakarta diterima
begitu aja, begitu pula sosok Fatahillah. Upaya menggali kembali
kebenaran tentang kapan hari lahir Jakarta makin tak tersentuh, termasuk
berbagai penelitian yang harusnya terus dilakukan demi memenuhi
kekosongan bukti sejarah kota ini.
Kesunyian sejarah pun pecah, dan polemik jilid dua kembali terjadi ketika sejarawan dan budayawan Betawi terkemuka, Ridwan Saidi, menggugat keberadaan Fatahillah di tanah Betawi.
Bang
Ridwan menolak jika Fatahillah sebagai pahlawan bagi kota Jakarta,
terlebih bagi kaum Betawi. Baginya, Fatahillah adalah perampok,
penjahat. Fatahillah menyerang pelabuhan Kalapa untuk merampok dan
membunuh pribumi yang merupakan proto kaum Betawi, bukan menyerang
tentara Portugis yang dipimpin oleh Fransisco De Sa. Ketika
itu, pelabuhan Kalapa dikuasai Kerajaan Sunda Pajajaran dan orang-orang
setempat yang merupakan proto Melayu Jawa yang kemudian menyebut diri
dan disebut orang Betawi bertugas sebagai pelaksana yang mengurus
pelabuhan tersebut.
Ketika Fatahillah menyerbu, ada 3.000 rumah orang Betawi yang dibumihnguskan dan mereka beragama Islam. Penduduk
Betawi ini kemudian berlarian ke bukit-bukit hidup bagai Tarzan.
Menurut Ridwan Saidi, Wak Item sebagai syahbandar pelabuhan Kalapa hanya
punya pasukan pengikut sebanyak 20 orang. Dengan gigih, Wak Item dan
pasukannya melawan pasukan Fatahillah, walau akhirnya semua tewas, mati
syahid. Wak Item tewas dan
ditenggelamkan ke laut oleh pasukan Fatahillah, Sementara 20 orang
pengikutnya semua juga akarena armada Fransisco de Sa tenggelam
di perairan Ceylon. Jadi yang menghadapi Pasukan Fatahillah yang
berjumlah lebih dari 1.500 orang adalah Syahbandar Wak Item dengan
pengawal-pengawalnya yang berjumlah 20 orang. Maka menurut Bang Ridwan Saidi, perang Fatahillah ini adalah perang umat Islam versus umat Islam; pembunuhan proto kaum Betawi di Kalapa.
Ridwan
Saidi tidak main-main dengan tuduhan ini. Ia tuangkan argumentasinya
ini beserta sumber-sumbernya, yang saya tahu, minimal ke dalam tiga
bukunya yang diterbitkan oleh Perkumpulan Renaissance Indonesia, yaitu Riwayat Tanjung Priok dan Tempat-Tempat Lama di Jakarta, Sejarah Jakarta dan Peradaban Melayu Betawi, dan Potret Budaya Manusia Betawi.
Pertanyaannya,
benarkah tuduhan atau pendapat Ridwan Saidi itu? Prof. Ahmad Mansur Suryanegara dalam Sarasehan Mengangkat Jejak Fatahillah di The Batavia
Hotel yang diselenggarakan oleh UPT Kota Tua menyatakan bahwa pendapat
seperti itu bisa benar karena memang penjajah saat itu, baik Portugis
atau Belanda, dalam peperangan sering menerapkan politik adu domba
dengan menggunakan penduduk setempat untuk menghadapi serangan dari
musuhnya seperti perang Makassar. Pada perang Makassar,
Belanda mengadu domba Sultan Hasanuddin dan Aru Palaka (Arung Palakka)
sehingga korban peperangan adalah pribumi, bukan penjajah. Jadi,
konfrontasi Fatahillah dengan Wak Item juga merupakan hasil adu domba,
dalam hal ini dilakukan oleh penjajah Portugis.
Akhir
kalam, menurut saya, sejarah tentang penyerbuan Fatahillah ke pelabuhan
Kalapa harus dipahami dengan dua pendapat yang kita bebas memilih,
yaitu: Pertama, pendapat Prof Ahmad Mansur Suryanegara di atas; dan kedua, pendapat Ridwan Saidi yang saya kutip dari bukunya yang berjudul Sejarah Jakarta dan Peradaban Melayu Betawi. Di dalam bukunya ini, Ridwan Saidi menulis: Seandaianya
pun Fatahillah pahlawan, tetapi pahlawan lokal di Demak dan Cirebon. Ia
memerangi orang-orang Betawi dan Pajajaran yang nota bene pemilik bumi
Nusa Kalapa. Di tempat lain bisa saja dia dipahlawankan, tetapi di
tempat dia melakukan penjarahan dan pelampiasan nafsu angkaranya tentu
agresor namanya dalam istilah sekarang. ***
referensi:
http://islamic-center.or.id/khasanah/sharing-peradaban/ngobrol-peradaban/1140-genealogi-dan-polemik-fatahillah-2.html
0 tanggapan:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya dalam demensi lain mank obyd