Pada hari Senin Legi
tanggal 10 Zulkaidah tahun Jawa 1728 atau tanggal 15 Maret 1802 Masehi
kurang lebih jam 12.00 siang lahirlah seorang bayi dirumah kakek yang
bernama R. Ng. Yosodipuro I, seorang Pujangga Keraton yang terkenal
dijamannya. Bayi yang baru lahir itu diberi nama Bagus Burham. Sejak
umur 2 tahun sampai 12 tahun Bagus Burham ikut kakeknya.Ayahnya bernama
R. Tumenggung Sastronegoro yang mengharapkan anaknya dikelak kemudian
hari menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negaranya. Maka oleh
sang ayah, Bagus Burham dikirim ketempat pendidikan yang memungkinkan
dapat mendidik anaknya lebih baik dari dirinya sendiri.Waktu itu pondok
Pesantren di kawasan Ponorogo yang dipimpin oleh Kyai Imam Besari
terkanal sampai dipusat Kerajaan Surakarta. Kesanalah Bagus Burham
dikirim untuk mendapatkan tambahan ilmu lahir batin serta keagamaan.
Pondok Tegalsari yang dipimpin Kyai Imam Besari ini mempunyai murid yang
banyak dan memiliki kepandaian yang pilih tanding.
Bagus Burham berangkat ke Pesantren Tegalsari disertai embannya yang bernama Ki Tanujoyo. Ditempat yang baru itu Bagus Burham sangat malas. Ditambah lagi lebih suka menjalankan maksiat dari pada mengaji. Berjudi adalah merupakan pekerjaannya setiap hari. Juga pekerjaan maksiat yang lainnya. Adu ayam termasuk kesukaan yang tidak perbah diluangkan. Dari pada mengaji hari-harinya dihabiskan dimeja-meja judi dari satu desa ke desa lainnya. Sehingga terkenallah Bagus Burham bukan sebagai santri yang soleh tetapi sebagai penjudi ulung dikalangan orang-orang di daerah Ponorogo. Dasar seorang anak Tumenggung, uang banyak dan biasanya dimanja oleh orang tua atau kakeknya. Karena kegemarannya bermain judi, adu ayam dan perbuatan-perbuatan maksiat yang lain Bagus Burham banyak berkenalan dengan warok-warok Ponorogo yang satu kegemaran. Perbuatan putra Tumenggung ini sangat merepotkan hari Kyai Imam Besari. Diharapkan seorang putra priyayi keraton ini akan memberi suri teladan bagi murid-murid (santri-santri) yang lein tetapi ternyata sebaliknya.Seringkali Bagus Burham mendapat teguran dan marah dari Kyai Besari. Namun hal itu tidak merubah sifatnya. Dia tetap penjudi, tetap penyabung ayam, tetap gemar pada tindakan-tindakan yang menjurus ke maksiat. Karena merasa bosan setiap hari mendapat dampratan dari gurunya maka Bagus Burham perni meninggalkan pondok Tegalsari diikuti oleh Ki Tanujoyo.
Bagus Burham berangkat ke Pesantren Tegalsari disertai embannya yang bernama Ki Tanujoyo. Ditempat yang baru itu Bagus Burham sangat malas. Ditambah lagi lebih suka menjalankan maksiat dari pada mengaji. Berjudi adalah merupakan pekerjaannya setiap hari. Juga pekerjaan maksiat yang lainnya. Adu ayam termasuk kesukaan yang tidak perbah diluangkan. Dari pada mengaji hari-harinya dihabiskan dimeja-meja judi dari satu desa ke desa lainnya. Sehingga terkenallah Bagus Burham bukan sebagai santri yang soleh tetapi sebagai penjudi ulung dikalangan orang-orang di daerah Ponorogo. Dasar seorang anak Tumenggung, uang banyak dan biasanya dimanja oleh orang tua atau kakeknya. Karena kegemarannya bermain judi, adu ayam dan perbuatan-perbuatan maksiat yang lain Bagus Burham banyak berkenalan dengan warok-warok Ponorogo yang satu kegemaran. Perbuatan putra Tumenggung ini sangat merepotkan hari Kyai Imam Besari. Diharapkan seorang putra priyayi keraton ini akan memberi suri teladan bagi murid-murid (santri-santri) yang lein tetapi ternyata sebaliknya.Seringkali Bagus Burham mendapat teguran dan marah dari Kyai Besari. Namun hal itu tidak merubah sifatnya. Dia tetap penjudi, tetap penyabung ayam, tetap gemar pada tindakan-tindakan yang menjurus ke maksiat. Karena merasa bosan setiap hari mendapat dampratan dari gurunya maka Bagus Burham perni meninggalkan pondok Tegalsari diikuti oleh Ki Tanujoyo.
(Versi
lain mengatakan bahwa kepergian Bagus Burham karena KyaiImam Besari
merasa jengkel akan ulah Bagus Burham. Kemudian pimpinan pondok
Tegalsari itu memanggil abdi kinasih Ki Tanujoyo dan menseyogyakan Bagus
Burham tidak usah belajar mengaji di pondok Tegalsari).
Meninggalkan
pondok Tegalsari Bagus Burham tidak mau pulang ke Solo. Dengan diiring
oleh oleh abdinya yang bernama Ki Tanujoyo. Bagus Burham bertualang
sampai di Madiun. Ditempat itu uang sakunya habis. Ki Tanujoyo kemudian
berdagang barang loakan. Sedangkan Bagus Burham tetap pada kegemarannya
semula. Betapa bingungnya Raden Tumenggung Sastronegoro tatkala mendapat
laporan Kyai Imam Besari bahwa puteranya pergi dari Tegalsari. Kemudian
dipanggillah di Josono agar mencari Bagus Burham sampai ketemu. Bila
ketemu agar diajal kembali ke Tegalsari. Kyai Imam Besari kembali dari
Keraton Solo mendapat laporan dari penduduk Tegalsari bahwa sekarang
daerah Tegalsari tidak aman. Banyak pencuri serta tanaman diserang hama.
Kyai Imam Besari memohon petunjuak dari Tuhan. Mendapatkan ilham bahwa
keadaan daerahnya akan kembali aman damai apabila Bagus Burham kembali
ke Tegalsari lagi. Oleh karena itu Kyai Imam Besari segera mengutus ki
Kromoleyo agar supaya berangkat mencari kemana gerangan perginya Bagus
Burham. Bagi Ki Kromoleyo bukan pekerjaan yang sulit mencari Bagus
Burham. Sebab dia tahu kehidupun macam apa yang digemari Bagus Burham.
Tempat judi, tempat adu ayam. Itulah sasaran Ki Kromoleyo. Pada penjudi
dan pengadu ayam ditanyakan apakah kenal dengan pemuda yang bernama
Bagus Burham. Orangnya tampan. Jejak Bagus Burham akhirnya terbau juga.
Ki Kromoleyo dapat menemukan Bagus Burham dan mengajak kembali ke
Tegalsari. Namun Bagus Burham tidak mau. Karena bujukan Ki Josono utusan
orang tuanya yang kebetulan juga sudah menemukan tempat Bagus Burham
maka kembalilah Bagus Burham ke Tegalsari. Kyai Imam Besari menghadapi
Bagus Burham dengan cari lain. Sebab ternyata sekembalinya dari
petualangannya Bagus Burham bukan semakin rajin mengaji tetapi semakin
boglok dan bodoh. Tampaknya. Menghadapi murid yang demikian Kyai yang
sudah berpengalaman itu lalu mengambil jalan lain. Bagus Burham tidak
langsung tidak langsung diajar mengaji seperti santri-santri yang lain.
Dia bukan keturunang orang biasa tetapi masuk memiliki darah satriya.
Maka tidak mengherankan kalau dia juga memiliki/mewarisi sifat-sifat
leluhurnya. Gemar sekali kepada hal-hal yang memperlihatkan kejantanan
seperti adu ayam dan lain sebagainya.
Menurut
serat "CANDRA KANTHA" buatan Raden Ngabehi Tjondropradoto antara lain
menyebutkan bahwa : Raden Patah berputera R. Tejo ( Pangeran Pamekas).
Pangeran Pamekas berputra Panembahan Tejowulan di Jogorogo. Panembahan
Tejowulan berputra Tumenggung Sujonoputro seorang pujangga keraton
Pajang. Kemudian Raden Tumenggung Sujonoputro berputra Tumenggung
Tirtowiguno. Sedangkan Tumenggung Tirtowiguno ini mempunyai putra R. Ng.
Yosodipuro I pujangga keraton Surakarta. Kemudian sang pujangga
berputra R. Ng. Yosodipuro II (Raden Tumenggung Sastronegoro) ayah dari
Bagus Burham. (Dari sumber lain menyebutkan bahwa R. Tumenggung
Sastronegoro bukan ayah Bagus Burham tetapi kakeknya. Ayahnya bernama
Mas Ngebehi Ronggowarsito Panewu Carik Kadipaten Anom). Dari silsilah
tersebut diketahui bahwa Bagus Burham masih ada keturunan darah raja.
Darah bangsawan yang biasanya sangat suka adu jago tetapi gemar
melakukan tapa brata. Kesinilah Imam Kyai Besari mengarahkan. Disamping
diberi pelajaran mengaji seperti murid yang lain maka Bagus Burham juga
disuruh melakukan "tapa kungkum". Dari sini terbukalah hati Bagus
Burham. Dikeheningan malam, dengen gemriciknya suara air, diatasnya
bintang-bintang berkelap-kelip seolah-oleh menyadarkan Bagus Burham yang
usianya juga sudah semakin dewasa itu.
Setelah
menjalani tapa kungkum selama 40 hari lamanya maka Bagus Burham tumbuh
menjadi anak yang pandai. Kyai Imam Besari tersenyum lega melihat
perkembangan anak asuhnya yang paling bengal itu. Terapinya kena sekali.
Padahal terapi itu hanya berdasarkan dongenn yang pernah didengarnya.
Bahwa dahulu kala ada seorang pemuda yang bengal, nakal, penjudi,
pemalas, perampok yang bernama Ken Arok. Namun karena ketekunan seorang
pendidik yang bernama Loh Gawe maka akhirnya Ken Arok enjadi raja di
Singosari. Menurunkan raja-raja besar di tanah Jawa. Dari Mojopahit
sampai ke Surakarta semua menurut silsilah masih keturunan langsung dari
Ken Arok. Dan R. Patah pun keturunan Ken Arok. Jadi Bagus Burham juga
keturunan Ken Arok. Siapa tahu kenakalannya juga turunan yang dikelak
kemudian hari akan menjadi orang yang luar biasa. Bagus Burham menjadi
murid yang terpandai. Selama 4 tahun dipondok Tegalsari ilmu gurunya
sudah terkuran habis. Tidak ada sisanya lagi. Kyai Imam Besari memuji
keluhuran Tuhannya. Dia melimpahkan habis ilmunya kepada muridnya.
Setelah dirasa cukup maka Bagus Burham kembali ke Surakarta. Oleh tuanya
Bagus Burham disuruh langsung ke Demak untuk belajar mengenal sastra
Arab dan kebatinan jawa pada Pangeran Kadilangu.
Apakah
ayahnya punya maksud agar kelak anaknya dapat menandingi kepandaian
rajanya ? Bagus Burham seorang kutu buku yang luar biasa. Dengan bekal
kepandaian yang dimiliki dari beberapa guru-gurunya, Bagus Burham
kemudian menekuni soal kesusastraan Jawa serta peninggalan - peninggalan
nenek moyang. Buku-buku berbahasa kawi kuna ditelaah dan dipelajarai
sebaik-baiknya.
Jiwa
petualang masih juga membara dalam kalbunya. Dia seringkali mengadakan
perjalanan dari satu daerah kedaerah yang lain. Bagus Burham meninjau
tempat-tempat yang bersejarah, tempat-tempat yang mengandung nilai-nilai
historis, tempat-tempat yang keramat, ke candi-candi dan tempat-tempat
penting lainnya. Disembarang tempat dipelbagai daerah kalau dianggap ada
orang yang memiliki kepandaian lebih maka tidak malu-malu Bagus Burham
berguru para orang tersebut. Tidak peduli dia hanyalah seorang juru
kunci atau orang biasa. Pada usia 18 tahun sebagaimana kebiasaan anak
priyayi waktu itu ingin mengabdikan dirinya kepada keraton. Caranya
haruslah dengan magang (pegawai percobaan) pada Kadipaten Anom. Jiwa
senimannya atau darah kepujanggaannya terasa mengalir deras ditubuhnya.
TIdak merasa puas dengan pekerjaan magang tersebut. Maka Bagus Burham
mohon pamit sebab dirasa tidak ada kemajuan. Dia ingin mengembara ingin
bertualan menuruti gejolak darah senimannya. Hampir seluruh pelosok
pulau Jawa telah dijelajahi oleh Bagus Burham. Bahkan juga luar jawa
sepeti Bali, Lombok, Ujung Pandang, Banjarmasin bahkan ada sumber yang
mengatakan pengembaraan Bagus Burham sampai di India dan Srilanka.
Melihat perjalanan hidupnya seperti tersebut diatas pantaslah kalau
Bagus Burham menjadi manusia yang kritis menghadapi suatu persoalan.
(Ungkapan perasaannya tampak ada karyanya " Serat Kala Tida ".
Pulang
dari pengembarannya Bagus Burham kawin. Karena sang mertua diangkat
menjadi Bupati di Kediri maka Bagus Burhampun mengikuti ke Kediri.
Ditempat tersebut yang terkenal sebagai tempat bersejarah banyak
peninggalan-peninggalan dari jaman terdahulu. Di Kediri pernah berdiri
kerajaan besar dimana salah satu rajanya adalah Sang Prabu Joyoboyo.
Waktu sang prabu berkuasa agaknya keadaan negara sangat tenteram dan
damai terbukti lahirnya beberapa karya sastra besar. Sang Prabu
memerintahkan kepada Empu Sedah dan Empu Panuluh agar menceritakan
kembali atau menyusun ceritera BARATAYUDAHA dalam bahasa yang lebih muda
diambil dari buku Maha Barata asli dari India. Demikian indahnya
gubahan tersebut sehingga banyak yang mengira bahwa kejadian itu terjadi
di tanah Jawa. Sebelum raja Joyoboyo, di Kediri juga lahir hasil sastra
yang tinggi mutunya. Smara Dahana kitab karya Empu Darmaja, juga buku
Sumana Sentaka karya Triguna merupakan hasil sastra yang sulit dicari
bandingannya. Di daerah yang seperti itu tentu saja banyak
peninggalan-peninggalan berupan rontal-rontal yang dimiliki penduduk
warisan dari nenek moyang. Dengan tekun Bagus Burham di Kediri waktunya
dihabiskan untuk mempelajari rontal-rontal yang dapat dikumpulkan dari
perbagai daerah. Dari rontal-rontal, pengalaman / pengetahuan selama
mengembara dan berguru itulah dia dapat menimba pelbagai ilmu.
Baru
setelah Bagus Burham berumur 38 tahun mulai produktif dengan karya
sastranya. Dan pada tahun 1844 pihak keraton mengangkat menjadi Kliwon
Carik dan disyahkan menjadi Pujangga Keraton. Namanya Raden Ngabehi
Ronggowarsito dan semakin tenar. Kariernya tidak licin sebab agaknya
juga dipengaruhi bahwa orang tuanya (Raden Tumenggung Sastronegoro)
dianggap bersalah kepada kompeni Belanda sebab pernah merencanakan akan
menggempur benteng Kompeni diwaku jaman pemberontakan Diponegoro
(1825-1830). Akhirnya R.T. Sastronegoro dibuang dan makamnya ada di
Jakarta.
0 tanggapan:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya dalam demensi lain mank obyd