Gerakan feminis
dimulai sejak akhir abad ke- 18, namun diakhiri abad ke-20, suara
wanita di bidang hukum, khususnya teori hukum, muncul dan berarti.
Hukum feminis yang dilandasi sosiologi feminis, filsafat feminis dan
sejarah feminis merupakan perluasan perhatian wanita dikemudian hari.
Ketika itu para perempuan menganggap ketertinggalan mereka disebabkan
oleh kebanyakan perempuan masih buta huruf, miskin dan tidak memiliki
keahlian. Karenanya gerakan perempuan awal ini lebih mengedepankan
perubahan sistem sosial dimana perempuan diperbolehkan ikut memilih
dalam pemilu. Tokoh-tokoh perempuan ketika itu antara lain Susan B.
Anthony, Elizabeth Cady Stanton dan Marry Wollstonecraft. Bertahun-tahun
mereka berjuang, turun jalan dan 200 aktivis perempuan sempat ditahan,
ketika itu. Di akhir abad 20, gerakan feminis banyak dipandang sebagai
sempalan gerakan Critical Legal Studies, yang pada intinya banyak
memberikan kritik terhadap logika hukum yang selama ini digunakan, sifat
manipulatif dan ketergantungan hukum terhadap politik, ekonomi,
peranan hukum dalam membentuk pola hubungan sosial, dan pembentukan
hierarki oleh ketentuan hukum secara tidak mendasar.
Walaupun pendapat feminis bersifat pliralistik, namun satu hal yang menyatukan mereka
adalah keyakinan mereka bahwa masyarakat dan tatanan hukum bersifat
patriacal. Aturan hukum yang dikatakan netral dan objektif sering kali
hanya merupakan kedok terhadap pertimbangan politis dan sosial yang
dikemudikan oleh idiologi pembuat keputusan, dan idiologi tersebut
tidak untuk kepentingan wanita. Sifat patriacal dalam masyarakat dan
ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan
subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai konsekuensinya adalah
tuntutan terhadap kesederajatan gender. Kesederajatan gender tidak akan
dapat tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini
berlaku.
Feminis menitikberatkan perhatian pada analisis peranan hukum terhadap
bertahannya hegemoni patriarchal. Segala analisis dan teori yang
kemudian dikemukakan oleh feminis diharapkan dapat secara nyata
diberlakukan, karena segala upaya feminis bukan hanya untuk menghiasi
lembaran sejarah perkembangan manusia, namun lebih kepada upaya
(manusia) untuk bertahan hidup. Timbulnya gerakan feminis merupakan
gambaran bahwa ketentuan yang abstrak tidak dapat menyelesaikan
ketidaksetaraan.
Seratus tahun
kemudian, perempuan-perempuan kelas menengah abad industrialisasi mulai
menyadari kurangnya peran mereka di masyarakat. Mereka mulai keluar
rumah dan mengamati banyaknya ketimpangan sosial dengan korban para
perempuan. Pada saat itu benbih-benih feminsime mulai muncul, meski
dibutuhkan seratus tahun lagi untuk menghadirkan seorang feminis yang
dapat menulis secara teorityis tentang persoalan perempuan. Adalah
Simone de Beauvoir, seorang filsuf Perancis yang menghasilkan karya
pertama berjudul The Second Sex. Dua puluh tahun setelah kemunculan buku
itu, pergerakan perempuan barat mengalami kemajuan yang pesat.
Persoalan ketidakadilan seperti upah yang tidak adil, cuti haid, aborsi
hingga kekerasan mulai didiskusikan secara terbuka. Pergerakan
perempuan baik di tahun 1800-an maupun 1970-an telah membawa dampak
luar biasa dalam kehidupan sehari-hari perempuan. Tetapi bukan berarti
perjuangan perempuan berhenti sampai di situ. Wacana-wacana baru terus
bermunculan hingga kini. Perjuangan perempuan adalah perjuangan
tersulit dan terlama, berbeda dengan perjuangan kemerdekaan atau
rasial. Musuh perempuan seringkali tidak berbentuk dan bersembunyi
dalam kamar-kamar pribadi. Karenya perjuangan kesetraan perempuan tetap
akan bergulir sampai kami berdiri tegap seperti manusia lainnya yang
diciptakan Tuhan.
Hal-hal yang berperan mengakibatkan subordinasi terhadap wanita, yaitu:
1. Klasifikasi yang didasarkan pada gender
2. Pilihan-pilihan politik yang diberikan
3. Pengaturan-pengaturan institusional yang tersedia.
Menurut Deborah L. Rhode, ada tiga komitmen sentral feminis, yaitu:
- Tingkat politis, mengupayakan kesederajatan antara pria dan wanita.
- Tingkat substantive, mengangkat isu gender sebagai focus analisis dengan untuk merumuskan kembali praktek hukum yang selama ini mengesampingkan, tidak menghargai dan meremehkan kepentingan wanita.
- Tingkat metodologis, mempersiapkan kerangka kerja dunia yang menggunakan pengalaman (wanita) yang ada guna mengidentifikasi transformasi sosial yang mendasar bagi tercapainya kesedarajatan gender sepenuhnya. Nilai-nilai yang secara tradisional berkaitan erat dengan wanita dihargai, dan setiap strategi perubahan struktur sosial yang akan dilakukan tidak sekedar memadukan wanita kedalam struktur yang telah dibentuk menurut pandangan pria.
sumber: http://serbasejarah.blogspot.com/2011/03/sejarah-feminisme.html
0 tanggapan:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya dalam demensi lain mank obyd