Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa timbulnya kerajaan-kerajaan Islam
didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan
pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, dan Tiongkok. Kerajaan
tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat
pemerintahannya, yaitu di Sumatra, Jawa, Maluku, dan Sulawesi. Kerajaan
Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad
ke-13 sampai dengan abad ke-16. Berikut beberapa kerajaan besar Islam di Indonesia.
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan
Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia, didirikan
oleh Malik As-Saleh. Kerajaan ini terletak di Lhok Seumawe Aceh Utara.
Wilayahnya sangat strategis karena berada di daerah Selat Malaka yang
merupakan jalur perdagangan dan pelayaran internasional. Pada masa
pemerintahan Malik As-Saleh, Kerajaan Samudra Pasai berkembang menjadi
bandar-bandar pelabuhan besar yang banyak didatangi oleh pedagang dari
berbagai daerah, seperti India, Gujarat, Arab, dan Cina. Dalam
perkembangannya setelah Malik As-Saleh wafat pada 1927, kegiatan
pemerintahan dilanjutkan oleh putranya, yaitu Sultan Muhamad Malik
Al-Taher (1927 – 1326), Sultan Ahmad, dan Sultan Zainul Abidin.
2. Kerajaan Malaka
Pendiri
Kerajaan Malaka adalah Paramisora atau Iskandar Syah. Kerajaan ini
letaknya berhadapan dengan Selat Malaka sehingga sangat strategis
sebagai jalur perdagangan dan pelayaran. Karena letaknya tersebut,
kerajaan ini sering kali menjadi tempat persinggahan para pedagang Islam
yang berasal dari berbagai negara. Selain Iskandar Syah, terdapat
beberapa raja yang sempat memimpin Kerajaan Malaka, di antaranya sebagai
berikut.
a. Muhammad Iskandar Syah yang berkuasa pada 1414-1424.
b. Sultan Mudzafat Syah dan Sultan Mansur Syah yang berkuasa pada 1458-1477.
c. Sultan Alaudin Syah yang berkuasa pada 1477-1488.
d. Sultan Mahmud Syah yang berkuasa pada 1488-1511.
Kerajaan
Malaka banyak dikunjungi oleh para pedagang dari Gujarat, Cina, Arab,
Persia, dan negara lainnya sehingga kerajaan ini memanfaatkannya untuk
meningkatkan kegiatan ekonominya. Karena kemajuannya dalam perdagangan,
Kerajaan Malaka mampu mengalahkan kemajuan Kerajaan Samudra Pasai.
3. Kerajaan Demak
Kerajaan
Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden
Patah pada tahun 1478. Raden Patah (bergelar Alam Akbar Al Fattah)
adalah putra Raja Majapahit Brawijaya, dengan ibu keturunan Champa
(daerah yang sekarang perbatasan dengan Kamboja dan Vietnam). Pada awal
abad ke-14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming mengirimkan seorang putri
kepada Brawijaya di Kerajaan Majapahit sebagai tanda persahabatan kedua
negara. Putri yang cantik jelita dan pintar ini segera mendapatkan
tempat istimewa di hati raja. Raja Brawijaya sangat tunduk pada semua
kemauan sang putri jelita, yang nantinya membawa banyak pertentangan
dalam istana Majapahit.
Raja
Brawijaya sudah memiliki permasuri yang berasal dari Champa, masih
kerabat Raja Champa dan memiliki julukan Ratu Ayu Kencono Wungu.
Makamnya saat ini ada di Trowulan, Mojokerto. Sang permaisuri memiliki
ketidakcocokan dengan putri pemberian Kaisar Yan Lu. Akhirnya, Raja
Brawijaya dengan berat hati harus menyingkirkan putri cantik ini dari
Majapahit. Dalam keadaan mengandung, putri cantik itu dihibahkan oleh
Raja Brawijaya kepada Adipati Palembang, Arya Sedamar. Di sanalah
Jim-Bun atau Raden Patah dilahirkan.
Dari Arya
Sedamar, putri ini memiliki seorang anak laki laki. Dengan kata lain
Raden Patah memiliki adik laki laki seibu, tetapi berbeda ayah. Setelah
memasuki usia belasan tahun, Raden Patah, bersama adiknya, dan diantar
ibunya berlayar ke Pulau Jawa untuk belajar di Ampel Denta. Raden Patah
mendarat di pelabuhan Tuban sekitar tahun 1419 Masehi. Jim-Bun atau
Raden Patah sempat tinggal beberapa lama di Ampel Denta di rumah
pamannya, kakak-misan ibunya.
Sunan Ampel
juga bersama para saudagar besar Muslim ketika itu. Di sana pula ia
mendapat dukungan dari rekan-rekan utusan Kaisar Cina, Panglima Cheng Ho
atau juga dikenal sebagai Dampu-awang atau Sam Poo Tai-jin. Panglima
berasal dari Xin-Kiang, pengenal Islam.
Saat itu
pengaruh Majapahit telah memudar, dan wilayahnya hanya sebagian kecil
Jawa Timur. Raden Patah meninggal tahun 1518, dan digantikan oleh
menantunya, Pati Unus. Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan ke
Malaka melawan pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam pertempuran
ini, dan digantikan oleh adik iparnya, Sultan Trenggono.
Pada saat
Kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah
kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah - wilayah yang terbagi
menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim
sebagai ahli waris takhta Majapahit. Pada masa itu, arus kekuasaan
mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging.
Sementara, Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng
Pengging mendapat dukungan dari Syech Siti Jenar.
Demak di
bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan Nusantara. Pati Unus adalah
seorang raja yang memimpikan kembalinya kejayaan Majapahit melalui
Demak. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kesultanan maritim
yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan
pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di Malaka,
kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.
Sultan
Trenggono berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Di bawah Sultan Trenggono, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa
lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau
tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun
(1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan,
kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Pulau Jawa (1527, 1546). Panglima
perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatra),
yang juga menjadi menantu Sultan Trenggono. Sultan Trenggono meninggal
pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan
kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto.
Kepemimipinan
Sunan Prawoto tidak mulus. Sunan Prawoto ditentang oleh adik Sultan
Trenggono, Pangeran Seda Lepen. Pangeran Seda Lepen terbunuh, dan
akhirnya pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh
suruhan Arya Penangsang, putra Pangeran Seda Lepen.
Arya
Penangsang kemudian menjadi penguasa takhta Demak. Suruhan Arya
Penangsang juga membunuh Adipati Jepara, ini menyebabkan banyak adipati
memusuhi Arya Penangsang. Arya Penangsang akhirnya dihabisi oleh pasukan
Joko Tingkir, menantu Sunan Prawoto. Joko tingkir memindahkan istana
Demak ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kesultanan Pajang.
4. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan
Mataram Islam berdiri berkat perjuangan dari Ki Ageng Pemanahan yang
meninggal pada 1575. Setelah meninggal, digantikan oleh anaknya, yaitu
Sutawijaya yang lebih dikenal dengan Senopati Ing Alaga Sayidin
Panatagama Khalifatullah. Pada masanya, Kerajaan Mataram terus
berkembang dan menjadi kerajaan terbesar di Jawa. Wilayahnya berkembang
seputar Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon, dan sebagian Priangan.
Setelah
meninggal pada tahun 1601, Sutawijaya digantikan oleh Mas Jolang atau
Panembahan Seda Ing Krapyak (1601-1613). Selanjutnya, diteruskan oleh
anak Mas Jolang yaitu Raden Mas Martapura karena sering sakit-sakitan,
Raden Mas Martapura digantikan oleh anak Mas Jolang yang lain, yaitu
Raden Mas Rangsang yang dikenal dengan nama Sultan Agung (1613-1645).
Pada masa Sultan Agung inilah Mataram mengalami puncak kejayaan.
Dalam
perkembangan selanjutnya, Kerajaan Mataram terpecah belah sehingga
berubah menjadi kerajaan kecil. Perpecahan disebabkan adanya gejolak
politik di daerah-daerah kekuasaan Mataram dan peran serta VOC dan
penguasa Belanda yang menginginkan menguasai tanah Jawa.
Dalam Perjanjian Giyanti (1755) disebutkan bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua wilayah kerajaan sebagai berikut.
a. Daerah
Kesultanan Yogyakarta yang disebut Ngayogyakarta Hadiningrat dengan
Mangkubumi sebagai rajanya dan bergelar Hamengkubuwono.
b. Daerah Kasuhunan Surakarta yang diperintah oleh Pakubuwono.
Akibat
Perjanjian Salatiga peranan Belanda dalam pemerintahan Mataram semakin
jauh sehingga pada 1913 Mataram akhirnya terpecah menjadi empat keluarga
raja yang masing-masing memiliki kekuasaan, yaitu Kesultanan
Yogyakarta, Kasuhunan Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran.
5. Kerajaan Cirebon
Kerajaan ini
lahir pada abad ke-16. Pada abad tersebut, daerah Cirebon berkembang
menjadi pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu pusat perdagangan di
pantai utara Jawa Barat. Majunya kegiatan perdagangan juga mendorong
proses islamisasi semakin berkembang sehingga Sunan Gunung Jati
membentuk kerajaan Islam Cirebon. Dengan terbentuknya kerajaan Islam
Cirebon, maka Cirebon menjadi pusat perdagangan dan pusat penyebaran
Islam di Jawa Barat.
6. Kerajaan Banten
Pendiri
Kerajaan Banten adalah Sunan Gunung Jati dan raja pertamanya adalah
Hasanuddin yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati. Semula wilayah
ini termasuk bagian dari Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Banten memiliki
hubungan dengan kerajaan Demak. Hasanuddin menikah dengan putri Sultan
Trenggono dan melahirkan dua orang anak, yaitu Maulana Yusuf dan
Pangeran Jepara.
Dalam
perkembangan selanjutnya, Maulana Yusuf pada 1570 menggantikan ayahnya
untuk menjadi raja Kerajaan Banten yang kedua sampai dengan tahun 1580.
Setelah itu, dilanjutkan oleh anak Maulana Yusuf (1580-1605), kemudian
Abdul Mufakhir, Abu Mali Ahmad Rahmatullah (1640-1651) dan Abu Fatah
Abdulfatah yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1582).
Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa inilah Kerajaan Banten mengalami
puncak kejayaan.
sumber:http://www.sumber-ilmupengetahuan.com/2013/04/kerajaan-islam-di-indonesia-dan.html
0 tanggapan:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya dalam demensi lain mank obyd