PRASASTI PADRAO SUNDA KELAPA
da Expansao Portuguesa no Mundo
Padrão
berasal dari bahasa Portugis yang berarti batu prasasti berupa tiang
berukuran besar yang bergambarkan lambang Kerajaan Portugal, yang
didirikan oleh para penjelajah Portugal sebagai tanda bagian wilayah
Portugal, pada masa penjelajahan atau penemuan dunia baru setelah adanya
perjanjian Torsedilhas 1494 dan Zaragosa. Para pemimpin ekspedisi
penjelajahan Portugis Bartolomeu Dias, Vasco da Gama, Enrique Leme, dan
Diogo Cão telah mendirikan padrão di berbagai tempat di dunia.
Padrao di Museum Nasional Jakarta;
Prasasti perjanjian Portugis dan Kerajaan Pakuan Pajajaran
(foto: Arie Saksono)
Setelah menaklukkan
Goa di India pada tahun 1510 dan pelabuhan dagang penting Malaka
Malaysia tahun 1511 Portugis berlayar lebih jauh lagi menuju ke
kepulauan Indonesia. Sekitar dua tahun setelah menaklukkan kota Malaka, bangsa Eropa pertama asal Portugis di bawah pimpinan de Alvin
tiba pertama kali di Sunda Kelapa dengan armada empat buah kapal pada
tahun 1513. Mereka datang untuk mencari peluang perdagangan
rempah-rempah dengan dunia barat. Karena dari Malaka mereka mendengar
kabar bahwa Sunda Kalapa merupakan pelabuhan lada yang utama di kawasan
ini. Menurut catatan perjalanan penjelajah dunia Tome Pires pada masa itu Sunda Kalapa merupakan pelabuhan yang sibuk namun diatur dengan baik.
Beberapa tahun kemudian pada
tahun 1522 mereka tiba di pelabuhan berawa-rawa Sunda Kalapa yang
berada di bawah kekuasaan kerajaan Hindu Sunda Pakuan Pajajaran yang
berpusat di Pakuan dekat kawasan Bogor. Armada Portugis datang dibawah pimpinan Enrique Leme dengan membawa hadiah bagi Raja Sunda Pajajaran. Portugis
melihat posisi Sunda Kalapa strategis sebagai pelabuhan dagang dan
tempat transit bagi kapal-kapal dagang Portugis. Portugis mengadakan
perjanjian dengan penguasa setempat untuk mendirikan benteng atau pos
dagang. Mereka diterima dengan baik oleh penguasa setempat Sunda Pakuan
Pajajaran. Pada
tanggal 21 Agustus 1522 ditandatangani perjanjian antara Portugis dan
Kerajaan Sunda Pajajaran. Perjanjian diabadikan pada prasasti batu Padrao.
Pihak Pajajaran
berharap Portugis dapat membantu menghadapi serangan kerajaan-kerajaan
Islam seperti Demak dan Cirebon seiring dengan menguatnya pengaruh Islam
di Pulau Jawa yang mengancam keberadaan kerajaan Hindu terakhir di Jawa
Sunda Pakuan Pajajaran. Dengan perjanjian tersebut Portugis berhak
membangun pos dagang dan benteng di Sunda Kalapa. Perjanjian
ini memicu serangan tentara Islam Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon
ke Sunda Kelapa. Pada tahun 1527 saat armada kapal Portugis kembali di
bawah pimpinan Francesco de Sa dengan persiapan untuk membangun benteng
di Sunda Kalapa ternyata gabungan kekuatan kerajaan Islam Sultan Banten yang dibantu oleh bala tentara kerajaan Islam Demak dan Cirebon berjumlah 1.452 prajurit di bawah pimpinan Fatahillah, sudah menguasai Sunda Kelapa ataupun kerajaan Pakuan Pajajaran.
Sehingga pada saat berlabuh Portugis diserang dan berhasil dikalahkan.
Atas kemenangannya terhadap Kerajaan Sunda Pajajaran dan Portugis, pada
tanggal 22 Juni 1527 Fatahillah mengganti nama kota pelabuhan Sunda
Kalapa menjadi Jayakarta yang berarti “Kemenangan yang nyata”.Padrão
Sunda Kelapa, atau dinamakan juga “Perjanjian Sunda Kelapa”, ditemukan
pada tahun 1918, ketika dilakukan penggalian untuk membangun rumah di
Jalan Cengkeh (dulu bernama Prinsenstraat), dekat Pasar Ikan, Sunda
Kelapa, Jakarta Utara.
Simbol Lambang penemuan dunia baru Portugis
(The symbol of discovery of the world)
Digunakan oleh Raja Portugal Manuel 1495 – 1521
foto: arie saksono
Koleksi Padrao di
Museum Nasional adalah yang asli. Pada Batu Padrao terdapat tulisan dan
simbol bola dunia Raja Manuel dari Portugis yang berarti Portugal adalah
tuan dari segala dunia. Prasasti ini merupakan tanda perjanjian
perdagangan antara Kerajaan Sunda, sebagai penguasa pelabuhan Sunda
Kelapa, dan armada Portugis. Bertanggal 21 Agustus 1522, tulisannya
menggunakan aksara Gotik dan berbahasa Portugis. Perjanjian ini dibuat
oleh utusan dagang Portugis dari Malaka yang dipimpin Enrique Leme dan
membawa barang-barang untuk “Raja Samian” (maksudnya Sanghyang, yaitu
Sang Hyang Surawisesa, raja Sunda 1521-1535). Ia diterima dengan baik.
Padrão didirikan di atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk
membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis.Pada dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah Padam Tumungo, Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar,
maksudnya adalah “Yang Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati, Bendahara
dan Syahbandar Sunda Kelapa”. Saksi dari pihak Portugis, seperti
dilaporkan sejarawan Porto bernama João de Barros, ada delapan orang.
Saksi dari Kerajaan Sunda tidak menandatangani dokumen, mereka
melegalisasinya dengan adat istiadat melalui “selamatan”.
oleh: arie saksono 2008
0 tanggapan:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya dalam demensi lain mank obyd